Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Remisi untuk Miranda Goeltom

Kompas.com - 25/12/2014, 10:02 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengungkapkan, pemerintah tak memberikan remisi kepada terpidana kasus cek pelawat, Miranda Swaray Goeltom. Yasonna memastikan bahwa tak ada koruptor yang mendapat pengurangan hukuman pada hari Natal ini.
 
"Ibu Miranda diajukan, tetapi tidak ada remisi buat dia," kata Yasonna di Istana Kepresidenan, Rabu (24/12/2014) malam.
 
Yasonna mengaku sudah memberikan remisi Natal kepada 9.000 narapidana di seluruh Indonesia. Namun, dari 150 permohonan pemberian remisi Natal untuk koruptor, pemerintah tak mengabulkannya.
 
Yasonna menuturkan bahwa pemerintah berpegangan pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Pemberian Remisi untuk Terpidana Kasus Korupsi, Narkoba, dan Terorisme. Di dalam aturan itu, seorang narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme harus memenuhi sejumlah syarat untuk bisa mendapatkan remisi.
 
Syarat-syarat itu, misalnya, menjadi justice collaborator, tidak mengulangi perbuatan yang sama, hingga bersedia mengganti kerugian. Kemenkumham bekerja sama dengan beberapa lembaga penegak hukum untuk memantau persyaratan itu terpenuhi atau tidak dan mengeluarkan surat rekomendasi.
 
Vonis Miranda

Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Miranda. Dengan demikian, Miranda tetap dihukum tiga tahun penjara. Majelis hakim MA menilai, putusan pengadilan tingkat pertama dan banding sudah benar serta relevan.

 
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan pidana penjara tiga tahun kepada Miranda. Dia dianggap terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan ini diperkuat pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tipikor pada PT DKI Jakarta. 
 
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor, Miranda terbukti bersama-sama Nunun Nurbaeti menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior BI pada 2004. Adapun Nunun lebih dulu divonis dua tahun enam bulan penjara dalam kasus ini. Meski pemberian suap tidak dilakukan Miranda secara langsung, majelis hakim menilai ada serangkaian perbuatan Miranda yang menunjukkan keterlibatannya. 
 
Miranda dianggap ikut menyuap karena perbuatannya berhubungan dan berkaitan erat dengan perbuatan aktor lain, seperti Nunun Nurbaeti, serta anggota DPR 1999-2004, Hamka Yamdhu dan Dudhie Makmun Murod. Johan mengatakan, sejak awal, KPK memang berkeyakinan bahwa Miranda terlibat dalam pemberian suap berupa cek perjalanan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Nasional
Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Nasional
LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

Nasional
PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Nasional
Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Nasional
Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Nasional
Soal Pernyataan 'Jangan Mengganggu', Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Soal Pernyataan "Jangan Mengganggu", Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Nasional
BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Nasional
Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Nasional
Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Nasional
JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com