Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ristek dan Pendidikan Tinggi

Kompas.com - 04/11/2014, 17:13 WIB

Oleh: Tulus Santoso

KOMPAS.com - Perjuangan Forum Rektor Indonesia untuk memisahkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhirnya terwujud.

Kementerian ini sejatinya telah lama digadang-gadang Forum Rektor Indonesia (FRI). Alasannya, riset-riset yang dilakukan perguruan tinggi tidak bersinergi dengan lembaga riset lainnya. Selain itu, selama ini perguruan tinggi juga dianggap tidak fokus mengembangkan riset dan teknologi.

Justifikasi lain untuk memisahkan perguruan tinggi dari domain Kemendikbud adalah karena negara lain, seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan India, sudah mempraktikkannya. Di Indonesia, semasa pemerintahan Bung Karno pernah ada Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Namun, apakah argumentasi yang dibangun FRI ini mampu menjawab permasalahan di bidang pendidikan, riset, dan teknologi? Ada apa pula rektor ramai-ramai menelepon pemimpin DPR?

Pada hemat kami, argumentasi yang dibangun FRI untuk mengeluarkan pendidikan tinggi dari Kemendikbud sangat lemah. Terkait sinergi lembaga riset, sejatinya hal itu tanggung jawab Kementerian Riset dan Teknologi, yakni dengan mengoordinasikan lembaga pemerintah nirkementerian, seperti LIPI, Lapan, BPPT, Batan, Bapeten, BIG, dan BSN. Faktanya, Kemenristek gagal menjadi dirigen bagi lembaga-lembaga tersebut.

Minimnya kemauan politik

Kemudian, kemauan politik dari pemerintah untuk menggunakan hasil riset yang dihasilkan lembaga-lembaga penelitian juga masih minim. Sebagai contoh, apakah pemerintah pusat dan daerah mendukung e-voting yang telah dibuat BPPT? Apakah gagasan pengembangan energi panas bumi mendapat respons yang positif? Saat ini hasil riset lembaga penelitian masih sebatas menjadi benda koleksi perpustakaan dan museum.

Selanjutnya, tudingan bahwa kampus tidak fokus dalam pengembangan riset dan teknologi juga patut dicermati. Segenap civitas academica tentu tahu bahwa kampus tidak hanya mengembangkan riset, tetapi juga pendidikan dan pengabdian untuk masyarakat. Hasil risetnya pun tidak melulu terapan karena memang didasarkan dalam kerangka pengembangan ilmu.

Meskipun begitu, perdebatan ini telah selesai ketika Presiden Joko Widodo memutuskan tetap membentuk Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Hanya saja, pemerintah perlu merinci lagi factual problem yang dihadapi dunia riset dan pendidikan tinggi serta memperhatikan beberapa implikasi akibat pembentukan kementerian baru tersebut.

Permasalahan yang masih menjadi musuh besar pengembangan riset adalah rendahnya alokasi dana yang tersedia untuk riset: masih di bawah 1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Inilah yang belum tampak dari latar kehadiran Kemenristek Dikti. Padahal, Amerika Serikat saja langsung menaikkan anggaran risetnya guna menandingi Uni Soviet yang mampu meluncurkan satelit pada era 1950-an. Negara-negara yang dijadikan kiblat untuk membentuk Kementerian Pendidikan Tinggi, seperti Tiongkok dan India, juga memiliki anggaran riset yang berkisar di atas 1,2-2 persen dari PDB.

Tantangan Jokowi

Kemudian yang menjadi tantangan pemerintahan Jokowi ke depan setelah hadirnya Kemenristek Dikti adalah mengenai nasib lembaga pemerintahan nirkementerian yang sebelumnya berada di bawah koordinasi Kemenristek. Apabila masih menggunakan pola lama, yaitu menempatkan lembaga-lembaga itu sebagai lembaga pemerintahan nirkementerian, kehadiran Kemenristek Dikti telah keluar dari spirit yang digaungkan FRI, yakni sinergi lembaga-lembaga riset.

Oleh karena itu, kami menganjurkan agar lembaga-lembaga itu dimasukkan ke dalam direktorat di Kemenristek Dikti sehingga rentang kendali, baik koordinasi maupun pengawasan, lebih jelas. Dengan begitu, harapan agar lembaga riset yang ada terarah dan terkoordinasi bisa menjadi kenyataan.

Pemerintah juga perlu mempertanggungjawabkan keluarnya pendidikan tinggi dari Kemendikbud, yaitu dengan melakukan revisi atas UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi karena dalam UU tentang pendidikan Tinggi disebutkan bahwa menteri yang dimaksudkan untuk mengelola pendidikan tinggi adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Kemenristek Dikti memiliki dua urusan: riset dan pendidikan. Urusan pendidikan masih berada di tangan Mendikbud. Kemudian, hadirnya Kemenristek Dikti juga harus memperjelas posisi pendidikan tinggi keagamaan. Apakah akan tetap memberikan kewenangan mengatur pendidikan tinggi keagamaan oleh Kementerian Agama atau berada di bawah Kemenristek Dikti?

Keputusan ada di tangan pemerintah. Apakah telah matang mengonsepkan pendidikan tinggi yang kini bersanding dengan riset dan teknologi. Atau, hanya sekadar mencari sensasi dengan nomenklatur baru.

Tulus Santoso
Tenaga Ahli; Anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Komisi X DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com