"Dari satu sisi tuntutan hukum penuntut umum 10 tahun, tetapi majelis tidak sependapat dengan tuntutan itu. Meski pun dinyatakan terbukti, majelis menilai cukup wajar jika dijatuhi pidana empat tahun sekali pun tuntutannya 10 tahun," kata Matheus, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (1/9/2014), seusai membacakan amar putusan.
Matheus menyatakan, putusan yang dijatuhkan berdasarkan fakta persidangan, bukan asumsi atau asumsi yang dibangun. Dia juga mengakui bahwa pembuktian dakwaan dalam persidangan cenderung hanya mengulang-ulang fakta.
"Karena memang dari fakta-fakta yang berpendapat terbukti supaya ada gambaran, jadi perkara ini buktinya hanya dari petunjuk-petunjuk begitu makanya kesannya dalam mempertimbangkan unsur-unsur fakta-nya diulang-ulang melulu memang begitu ya, sangat berat," ujarnya.
Putusan ini diambil tidak dengan suara bulat. Anggota majelis hakim Alexander Marwata menilai Atut tidak terbukti bersalah dan harus dibebaskan. Kendati demikian, pendapat berbeda hakim Alexander tersebut tidak menjadikan Atut bebas. Pendapat berbeda ini menjadi bagian dari putusan majelis hakim.
Atut divonis hukuman empat tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Atas putusan ini, Atut melalui tim pengacaranya menyatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak. Sementara itu, pimpinan KPK menyatakan akan mengajukan banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.