Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Juga Siaga Ebola

Kompas.com - 09/08/2014, 15:23 WIB

GENEVA, KOMPAS.com - Menyusul pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai situasi darurat kesehatan internasional terkait ebola, Pemerintah Indonesia menyatakan kesiagaan, Jumat (8/8/2014). Hampir 1.000 orang di dunia meninggal akibat wabah yang muncul di wilayah Afrika Barat itu.

Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Jumat, di Jakarta, mengatakan, seiring penetapan status darurat terkait ebola, itu berarti wabah sudah bukan lagi menjadi masalah negara terjangkit semata. Semua negara di dunia harus lebih waspada.

Indonesia, lanjutnya, sudah melakukan beberapa langkah pencegahan. Salah satunya penyiapan kantor kesehatan pelabuhan di pintu-pintu masuk, terutama di bandar udara. Rumah sakit yang dulu menjadi tempat rujukan penanganan flu burung juga disiapkan.

Selain itu, Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dengan level keamanan biologi tiga (biology safety level 3) telah siap dipakai untuk memeriksa jika ada pasien terduga ebola di Tanah Air.

Meski demikian, larangan bepergian ke negara terjangkit belum dilakukan. Pemerintah sebatas mengimbau masyarakat yang hendak bepergian ke negara terjangkit agar menunda keberangkatan. ”Kalau tidak mendesak, sebaiknya rencana kepergian ditunda,” kata Ghufron.

Koordinasi dengan Kementerian Agama terkait calon jemaah haji yang akan pergi ke Tanah Suci juga telah dilakukan. Ghufron menyebutkan, Pemerintah Arab Saudi tak menerbitkan visa haji bagi sekitar 7.400 calon jemaah haji dari negara terjangkit.

Ebola pertama kali dilaporkan tahun 1976 di dua tempat, yakni Nazra (Sudan) dan Yambuku di Republik Demokratik Kongo. Yambuku terletak dekat dengan Sungai Ebola sehingga penyakit itu dinamai ebola.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menyatakan, status darurat ebola bukan hal baru. Sebelumnya, Komite Darurat WHO yang menentukan apakah penyakit sudah berstatus darurat atau belum, pernah dibentuk untuk penyakit flu babi (H1N1), polio liar, dan sindrom gangguan pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV).

Secara klinis, mereka yang terinfeksi ebola mengalami gejala demam, lemas, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorok, muntah, diare, yang memicu kerusakan ginjal dan hati, serta perdarahan. Ebola tak menular lewat percikan di udara, tetapi lewat kontak langsung dengan darah, feses, dan lain-lain dari pasien. ”Dengan gejala-gejala itu, kecil kemungkinan orang terinfeksi ebola bisa bepergian dengan pesawat,” ujarnya.

Aksi global

WHO mengumumkan, wabah ebola yang melanda sebagian Afrika Barat sebagai situasi darurat kesehatan internasional. Mereka mengimbau global membantu negara-negara yang terjangkit. Keputusan itu diambil setelah dua hari sidang darurat tertutup di Geneva, Swiss.

Seiring penerapan keadaan darurat internasional, pembatasan perjalanan global mungkin diberlakukan. Hal tersebut untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran penyakit yang menewaskan hampir 1.000 orang di dunia dalam kasus terbaru itu.

Langkah WHO tersebut diambil saat otoritas kesehatan AS, Kamis lalu, mengakui, penyebaran ebola ke luar Afrika Barat ”tak terhindarkan”. Selain itu, organisasi kemanusiaan Dokter Lintas Batas (Medecins Sans Frontieres/MSF) memperingatkan, virus mematikan itu kini ”di luar kendali” dengan lebih dari 60 lokasi terjadi kejadian luar biasa.

Direktur Jenderal WHO Dr Margaret Chan mendorong adanya bantuan lebih besar bagi negara-negara paling parah terkena wabah paling kompleks dalam empat dekade itu. MSF menyebut, wabah itu tak pernah terjadi sebelumnya dalam hal distribusi geografis, jumlah orang terjangkit, dan jumlah korban tewas.

Chan mengatakan, pengumuman tersebut merupakan imbauan yang jelas untuk solidaritas internasional. Ia sadar, banyak negara mungkin tak akan mempunyai kasus ebola.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com