Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suap Akil, Pengacara Susi Tur Divonis 5 Tahun Penjara

Kompas.com - 23/06/2014, 12:53 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Advokad Susi Tur Andayani divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Putusan Susi itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/6/2014).

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Goysen Butarbutar.

Dalam pertimbangan yang memberatkan, hakim menilai, Susi tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sebagai seorang praktisi hukum dan advokad, Susi seharusnya menjalankan profesi dengan memegang kode etik advokad. Perbuatan Susi juga dinilai telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, khususnya MK.

"Perbuatan terdakwa dapat merusak nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaran pemilihan umum kepala daerah," lanjut hakim.

Adapun hal yang meringankan, yaitu Susi sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, mengakui perbuatan, dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Menurut hakim, Susi terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu, Akil Mochtar, terkait pengurusan sengketa Pilkada Lebak sebesar Rp 1 miliar dan Lampung Selatan sebesar Rp 500 juta.

Dalam sengketa Pilkada Lebak, Susi merupakan pengacara pasangan calon bupati Lebak dan wakil bupati Lebak, Amir Hamzah dan Kasmin. Amir-Kasmin mengajukan gugatan ke MK karena kalah suara dengan pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi.

Agar gugatan dimenangkan oleh Akil, Susi berencana menyuap Rp 1 miliar. Uang itu berasal dari adik Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana. Dalam sengketa Pilkada Lampung Selatan, Susi merupakan pengacara pasangan calon bupati dan wakil bupati Lampung Selatan Rycko Menoza dan Eki Setyanto.

Susi juga dinilai terbukti memberikan Rp 500 juta untuk Akil. Uang itu, disebut untuk memengaruhi Akil dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Lampung Selatan yang diajukan pasangan lawan Rycko-Eki.

Pihak Rycko menginginkan MK menolak permohonan keberatan itu agar pasangan Rycko-Eki tetap dinyatakan sah sebagai pemenang pilkada Lampung Selatan.

Hakim menyatakan, Susi tidak terbukti bersalah melakukan korupsi dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum KPK.

Namun, menurut hakim, Susi justru terbukti bersalah menyuap hakim sebagaimana Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Hakim juga menilai Susi terbukti melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya, yaitu 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara dalam kasus dugaan suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Atas vonis ini, Susi menyatakan pikir-pikir untuk banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com