Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Dakwaan Anas Berdasarkan Alat Bukti, Bukan Imajiner

Kompas.com - 31/05/2014, 09:26 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menyatakan tim jaksa KPK menyusun surat dakwaan untuk mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, berdasarkan alat bukti.

Bambang membantah pernyataan Anas yang menyebut isi surat dakwaan tersebut imajiner atau berdasarkan imajinasi belaka. "Apa yang ditulis KPK tidak ada yang imajiner tetapi berbasis alat dan barang bukti," kata dia melalui pesan singkat, Sabtu (31/5/2014).

Mengenai bagian surat dakwaan yang menyebut Anas berambisi menjadi calon presiden sehingga memerlukan kendaraan politik dan mengumpulkan dana dari proyek-proyek APBN, menurut Bambang berasal dari keterangan saksi-saksi yang diperiksa KPK terkait kasus ini.

Bambang pun meminta publik mengikuti terus proses persidangan sehingga bisa mendengarkan secara langsung keterangan para saksi. "AU (Anas Urbaningrum) dan lawyer (pengacara) tidak pernah menyangkal soal dana-dana yang diterimanya itu tapi justru menanggai soal calon presiden. Itu indikasi yang menandakan dia kesulitan membuktkan aset dan kekayaannya dari sesuatu yang sah dan halal," imbuh Bambang.

Sebelumnya Anas didakwa menerima pemberian hadiah atau janji berupa Toyota Harrier, Toyota Vellfire, dana Rp 478 untuk survei pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat, serta uang Rp 116 milair dan 5,2 juta dollar AS. Uang tersebut didakwakan diterima Anas dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014.

Selain menerima uang, Anas didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar. Menurut surat dakwaan, uang Rp 20,8 miliar itu disamarkan asal-usulnya dengan dibelanjakan menjadi sejumlah lahan dan bangunan di Jakarta serta di Yogyakarta. Adapun uang Rp 3 miliar diduga digunakan Anas untuk mengurus izin usaha pertambangan (IUP) di Kutai Timur.

Surat dakwaan juga menguraikan dugaan korupsi ini berawal dari keinginan Anas untuk menjadi Presiden. Untuk tujuan itu, menurut dakwaan, Anas membutuhkan kendaraan politik dan memerlukan sejumlah dana. Anas pun bergabung dalam PT Anugerah Nusantara (kemudian berubah nama jadi Grup Permai) bersama dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com