Menurut Sutarman, massa yang hadir dalam sebuah kampanye merupakan simpatisan murni dari partai tersebut. Oleh karena itu, pada saat mereka berkumpul dalam suatu acara kampanye dan mendapat uang transportasi, hal itu tidak masuk politik uang.
Politik uang, katanya, jika seorang calon anggota legislatif membagikan uang langsung kepada calon pemilihnya, maka bisa saja caleg itu dikenakan sanksi karena termasuk politik uang. Namun, Sutarman menilai mobilisasi massa bukan termasuk bentuk politik uang.
Pernyataan Sutarman ini berbeda dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menegaskan bahwa segala bentuk pemberian uang dalam pelaksanaan kampanye, termasuk uang transportasi, merupakan politik uang yang dapat dijerat pidana pemilu. Pemberian biaya transportasi kepada simpatisan kampanye merupakan bentuk mobilisasi warga.
"Yang pasti apa pun bentuknya dalam pemberian itu adalah money politic. Terkait transportasi juga harus dimaknai sebagai upaya mobilisasi dan bisa jadi ada unsur money politic," ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, Sabtu (22/3/2014).
Ia mengatakan, penyelenggara kampanye harus menghindari apa pun yang terkait dengan uang. Penggunaan uang, ujarnya, dikhawatirkan mengandung unsur politik uang. Ferry mengatakan, dalam pelaksanaan kampanye seharusnya penyelenggara kampanye lebih mengedepankan partisipasi aktif warga, bukannya mobilisasi dengan iming-iming transportasi.
Sebelumnya, seorang caleg DPRD Lampung dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berinisial ET dihukum pidana enam bulan penjara karena terbukti membagikan uang Rp 50.000 kepada calon pemilihnya. Aksi membagikan uang lainnya juga terjadi pada kampanye akbar Partai Demokrat di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (1/4/2014). Ketika Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berorasi, terdapat dua orang yang terekam kamera tengah membagikan uang. Seorang di antaranya terlihat jelas membawa satu gepok uang masing-masing bernominal Rp 100.000.