Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Minta MA Batasi Pengajuan PK

Kompas.com - 10/03/2014, 17:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah meminta Mahkamah Agung membuat aturan terkait penerapan peninjauan kembali (PK) pascaputusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan PK dilakukan berkali-kali. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menilai putusan hukum harus mengandung makna kepastian sehingga MA perlu memberikan batasan dalam pengajuan PK.

“Saya kira MA tentunya akan bersikap dan kami harapkan bisa meluruskan masalah ini supaya terjemahannya tidak membingungkan masyarakat. Kalau berkali-kali kan menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar Amir di kantor Presiden, Jakarta, Senin (10/3/2014).

Amir berpendapat, putusan MK terkait PK tidak bisa dimaknai berkali-kali. Putusan itu harus dimaknai memiliki batas. Hukum, lanjutnya, harus mengandung kepastian, keadilan dan azas manfaat.

“Tentu maksudnya harus diterjemahkan MA bahwa berkali-kali tidak berarti tidak ada batas,” ucap Amir.

Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur peninjauan kembali hanya sekali. Dengan putusan MK itu, pengajuan PK bisa berkali-kali. Putusan tersebut atas permohonan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, Ida Laksmiwaty, dan Ajeng Oktarifka Antasariputri (istri dan anak Antasari).

Hakim Agung Topane Gayus Lumbuun, meminta pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang untuk membatasi pengajuan PK cukup dua kali. Jika pembentuk UU memerlukan waktu yang lama, ia mengusulkan masalah itu diatur dalam peraturan Mahkamah Agung.

Menurut Gayus, putusan MK yang membatalkan Pasal 268 Ayat (3) KUHAP telah menimbulkan kekosongan norma. MK tidak punya kewenangan membuat norma baru untuk mengisi kekosongan tersebut. Menurut dia, putusan MK itu juga tidak serta-merta dapat dibaca bahwa PK bisa dilakukan berkali-kali tanpa batas sehingga tidak memberikan kepastian hukum.

Kekhawatiran bahwa putusan MK itu akan membuat PK dilakukan terus-menerus atau untuk mengulur waktu pelaksanaan eksekusi perlu disikapi pembentuk UU atau MA dengan segera mengisi kekosongan norma setelah Pasal 268 Ayat (3) KUHAP dibatalkan. MA punya kewenangan mengatur hal tersebut. Ini karena Pasal 79 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA memberikan kewenangan bagi lembaga itu untuk mengatur hal-hal yang diperlukan demi kelancaran penyelenggaraan peradilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com