Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BIN: Untuk Apa Negara Menyadap Jokowi?

Kompas.com - 24/02/2014, 17:13 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Intelijen Negara (BIN) membantah pihaknya melakukan aksi penyadapan terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Hal ini menyusul pernyataan politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Sidarto Danusubroto yang mengatakan pelaku penyadapan terhadap Jokowi berasal dari kalangan profesional.

"Bukan, untuk apa BIN dan instansi intelijen negara menyadap Jokowi? Jokowi itu pilihan rakyat Jakarta, masa kita sadap, ya enggak ada," ujar Kepala BIN Marciano Norman di Kompleks Parlemen, Senin (24/2/2014).

Marciano mengaku tidak tahu siapa pelaku penyadapan terhadap Jokowi. Dia hanya menyebutkan pelakunya bisa saja orang di luar fungsi intelijen resmi yang ada.

"(Pelaku) bisa di mana saja, bisa saja dengan alat komunikasi saat ini. Saya hanya harapkan mereka optimalkan keamanan informasi internal," kata Marciano.

Mantan Panglima Kodam Jaya itu pun memastikan BIN menjelang pelaksanaan Pemilu 2014 tidak akan berpihak pada kepentingan politik mana pun.

"Enggak mungkin pemerintah sadap itu. Dijamin. Saya selaku kepala BIN menjamin itu," ujar Marciano.

Sebelumnya, politisi senior PDI-P Sidarto Danusubroto mengungkapkan pihaknya mencurigai kelompok profesional sebagai pihak yang menyadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Dia membantah bahwa alat sadap untuk menguntit Jokowi berasal dari pasaran.

"Itu betul-betul orang yang profesional yang pasang itu dan sekarang sudah dibersihkan juga oleh orang profesional," ujar Sidarto.

Dia menuturkan, dugaan penyadap Jokowi dari kelompok profesional terlihat dari lokasi penyembunyian alat sadap dan cara pemasangannya.

"Itu profesional. Saya sudah dengar dua bulan lalu dari Jokowi sendiri," katanya.

Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat RI ini pun berkeyakinan motif penyadapan terhadap Jokowi karena masalah kepentingan politik. Jokowi, lanjutnya, dianggap sebagai kompetitor kuat. Namun, hal tersebut diakui Sidarto cukup janggal. Pasalnya, penyadapan seyogianya hanya dilakukan terkait kepentingan nasional.

"Dia belum declare kok sudah disadap itu bagaimana. Penyadapan itu pada teroris, separatis, pemimpin gerakan, koruptor. Bukan pada orang-orang baik begitu, dong," protes Sidarto.

Apakah ada indikasi pelaku penyadapan merupakan intelijen negara?

"Saya enggak mau komentar soal itu. Tapi itu dilakukan oleh profesional. Bukan beli lalu pasang, dari Glodok dipasang, enggak lah. Penyadapan ini keterlaluan, bukan omong kosong," kata mantan ajudan Presiden pertama RI Soekarno itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Nasional
Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Nasional
Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Nasional
Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Nasional
Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Nasional
UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

Nasional
Komisi X Apresiasi Pemerintah karena Batalkan Kenaikan UKT Mahasiswa

Komisi X Apresiasi Pemerintah karena Batalkan Kenaikan UKT Mahasiswa

Nasional
Jokowi Bertemu Sekjen OECD di Istana Bogor

Jokowi Bertemu Sekjen OECD di Istana Bogor

Nasional
Anak SYL Sebut Siap Kembalikan Uang yang Dinikmatinya Usai Ditantang Jaksa

Anak SYL Sebut Siap Kembalikan Uang yang Dinikmatinya Usai Ditantang Jaksa

Nasional
Usai Diduga Dibuntuti Densus 88, Jampidsus Kini Dilaporkan ke KPK

Usai Diduga Dibuntuti Densus 88, Jampidsus Kini Dilaporkan ke KPK

Nasional
Bantah Minta Rp 200 Juta untuk Renovasi Kamar, Anak SYL: Enggak Pernah Terima Angka Segitu Fantastis

Bantah Minta Rp 200 Juta untuk Renovasi Kamar, Anak SYL: Enggak Pernah Terima Angka Segitu Fantastis

Nasional
Akui Minta Rp 111 Juta untuk Aksesori Mobil, Anak SYL: Saya Ditawari

Akui Minta Rp 111 Juta untuk Aksesori Mobil, Anak SYL: Saya Ditawari

Nasional
Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama 'Saya Ganti Kalian' di Era SYL

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama "Saya Ganti Kalian" di Era SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com