Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Labora Sitorus Rendah, Polri Klaim Sudah Maksimal

Kompas.com - 19/02/2014, 15:43 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipid Eksus) Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyono menyatakan, kepolisian telah maksimal dalam mengusut kasus terdakwa pemilik rekening gendut senilai Rp 1,5 triliun, Aiptu Labora Sitorus. Anggota Polres Raja Ampat, Papua Barat, itu divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim PN Sorong.

"Kalau dari penyidikan sendiri, kami sudah merasa maksimal melakukan pembuktian itu," kata Arief di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (19/2/2014).

Selain vonis rendah, dia juga lolos dari jeratan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Bahkan dalam menghadapi perkara yang menjerat Labora, Polri juga menggandeng berbagai pihak agar dapat mematangkan barang bukti yang akan dibawa ke meja hijau.

"Polri kan tidak bekerja sendiri, ada PPATK, Kejagung, kita analisis semua bersama," ujar Arief.

Dari hasil penyidikan tersebut, ada kesimpulan sementara bahwa harta kekayaan yang dimiliki Labora Sitorus ilegal. Harta itu diperoleh dengan cara melakuan pencucian uang dari bisnis minyak dan gas serta kayu ilegal.

"Kalau kegiatannya ilegal ya hasilnya pun ilegal," tegas dia.

Padahal, menurut Arief, kejahatan yang dilakukan Labora termasuk kejahatan kerah putih yang menghasilkan keuntungan besar. Dengan keuntungan itu, dia bisa melakukan berbagai cara untuk menghindari hukuman secara pidana.

"Kalau perlu dibeli, dibelilah penyidiknya, tapi kan kita punya komitmen. Itulah dinamika penegakan hukum kan seperti itu. Kalau penjahat itu bisa berkolaborasi, kenapa penegak hukum gak bisa berkolaborasi untuk menangkap mereka?” pungkas Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com