Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digalang, Petisi Tolak Dana Saksi untuk Parpol

Kompas.com - 02/02/2014, 20:03 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana penggelontoran uang negara untuk membiayai saksi di tiap tempat pemungutan suara (TPS) terus menuai penolakan. Petisi mulai digulirkan agar kebijakan itu dibatalkan.

Petisi penolalakan dimotori oleh Pranistara Wiroso, warga Jakarta Barat. Ia mengklaim petisinya telah ditanda tangani hampir 3.000 warga dari berbagai daerah.

"Kesulitan partai politik untuk menghadirkan saksi di setiap TPS dapat dimengerti, tapi APBN sudah terbebani partai. Bantuan ini rawan korupsi jika tanpa mekanisme yang jelas," kata Pranistara melalui pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (2/2/2014).

Warga yang mendukung, kata dia, berasal dari Jakarta, Tangerang Selatan, dan Jawa Barat. Semua menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan membatalkan dana untuk saksi partai politik.

Tifarie Luesas, warga lainnya yang ikut menandatangani petisi, menuturkan, saksi yang memang ingin mengawal Pemilu 2014 seharusnya bekerja secara sukarela. Minimal, cukup dijamin fasilitas seperti tempat dan konsumsi selama menjadi saksi di TPS.

"Tidak perlu sampai dibayar. Kebanyakan parpol, sampai minta diawasi segala. Padahal banyak bidang lain yang butuh, misalnya daerah yang terkena bencana," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, tokoh pers Abdullah Alamudi juga ikut menandatangani petisi tersebut mendukung jika dana untuk saksi partai politik sekitar Rp 700 miliar dialihkan untuk korban bencana alam di beberapa wilayah di Indonesia.

Abdullah menambahkan, akan sama bijaknya jika dana tersebut digunakan untuk mempercepat penyelesaian banjir di Jakarta. Misalnya untuk membangun waduk, normalisasi sungai, atau membangun rumah susun untuk merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai.

"Jangan bebani rakyat untuk kepentingan partai politik," kata Abdullah.

Pendiri Change.org Indonesia Arief Aziz berharap adanya tanggapan serius atas permasalahan yang diangkat oleh Pranistara. Ia menganggap tuntutan petisi itu masuk akal karena publik khawatir terjadi kisruh dan rawan dikorupsi.

Menurutnya, masalah ini semakin pelik karena partai kesulitan menggalang iuran anggotanya sehingga bergantung pada segelintir pemodal besar yang menjadi kadernya.

"Reformasi pendanaan partai perlu, sambil memastikan keterbukaan dan batasan pengeluaran dana kampanye partai yang selama ini justru kurang diketahui publik," katanya.

Seperti diberitakan, pemerintah berencana membayar saksi partai politik yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan partai politik.

Rencananya, setiap saksi dibayar Rp 100.000 untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Keputusan itu menuai penolakan dari beberapa partai. Semua fraksi di DPR juga masih berbeda pandangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com