"Sampai sekarang dari pihak Kejaksaan masih belum ada kejelasan kepada kami terkait uang itu," kata Chandra saat konferensi pers di kawasan SCBD Kuningan, Jakarta, Selasa (28/1/2014) malam.
Chandra menegaskan, seharusnya Kejagung melibatkan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sebelum menyatakan ada transaksi keuangan mencurigakan di dalam rekening kliennya sehingga nantinya akan terbukti kebenarannya.
"Harusnya dijelaskan saja terkait uang itu, suruh saja PPATK cari tahu dari mana uang itu," ujar mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Sebelumnya, Bahalwan ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Perintah Penyidikan Nomor: 11/F.2/Fd.1/01/2014, tanggal 27 Januari 2014. Penyidik kemudian melakukan penahanan terhadap Bahalwan di Rutan Salemba Cabang Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-03/F.2/Fd.1/01/2014, tanggal 27 Januari 2014.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi melalui pesan singkat menyatakan, penahanan terhadap Bahalwan dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menahannya.
Untung menambahkan, penyidik menemukan adanya dugaan aliran dana yang mencurigakan dalam rekening pribadi tersangka yang berasal dari proyek pengadaan pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 sebesar Rp 90 miliar.
Sementara itu, kerugian negara akibat kasus ini sebesar 2.095.395,08 euro atau sekitar Rp 25 miliar.
Sebelumnya, Kejagung telah menahan lima orang tersangka. Mereka adalah mantan General Manager KITSBU Chris Leo Manggala; Manajer Sektor Labuan Angin Surya Dharma Sinaga; Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia yang sebelumnya menjabat sebagan mantan Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propolasi, Supra Dekanto; serta dua karyawan PT PLN Pembangkit Sumbangut, Rodi Cahyawan dan Muhammad Ali.