Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transaksi Mencurigakan Meningkat di Setiap Tahun Politik

Kompas.com - 03/01/2014, 16:14 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan bahwa ada fenomena peningkatan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan (TKM) dan transaksi keuangan tunai (TKT) pada masa-masa menjelang pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah. Seluruh transaksi itu umumnya mengalir dari penyedia jasa keuangan terhadap peserta pemilu atau pemilukada.

Kepala PPATK, M Yusuf, mengatakan, tren laporan TKM di tahun politik meningkat. Di periode sebelumnya, pada 2004 ke 2005 peningkatan laporan TKM itu mencapai 145 persen dan pada 2008 ke 2009 meningkat sebesar 125 persen.

"Dilihat dari pola laporan TKT peserta pemilukada, terlihat ada kecenderungan yang semakin meningkat apabila dibandingkan dengan jumlah dan frekuensi transaksi keuangan tunai masing-masing peserta sebelum terpilih sebagai eksekutif," kata Yusuf, saat menyampaikan catatan akhir tahun, di Gedung PPATK, Jakarta, Jumat (3/1/2014).

Kondisi berbeda terjadi pada pemilihan umum anggota legislatif. Yusuf menegaskan, jumlah dan frekuensi transaksi keuangan tunai para peserta tidak hanya meningkat saat kegiatan pemilu legislatif, tetapi terus meningkat dalam periode setelah pemilihan. Mengenai polanya, PPATK mengendus transaksi itu menggunakan pola structuring yang menggunakan rekening peserta pemilu atau pemilukada untuk menampung sumbangan. Adapun untuk calon petahana yang kembali mencalonkan diri, sumbangan biasanya datang dari rekanan Pemda atau BUMD.

"Pola-pola transaksi tersebut mempunyai indikasi pelanggaran yang kuat terhadap peraturan perundang-undangan dan potensi tindak pidana asal serta pencucian uang," ujarnya.

Meski begitu, untuk Pemilu 2014, Yusuf yakin tak ada transaksi perbankan yang digelontorkan untuk mendukung salah satu jago yang menjadi peserta. PPATK diakuinya telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membendung kejahatan perbankan di tahun politik kali ini.

Hal itu ia sampaikan untuk menepis kekhawatiran publik bahwa kejahatan perbankan semisal skandal Century akan kembali terjadi di tahun politik kali ini. Terlebih, saat Bank Indonesia dikabarkan siap menggelontorkan dana lebih dari Rp 1 triliun untuk Bank Permata yang dulu bernama Bank Century.

"Kalau dulu terjadi mungkin karena lalai, tapis sekarang saya pikir tak akan terjadi. Rasanya bodoh sekali negara ini kalau kejahatan perbankan seperti itu kembali terjadi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com