Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Keuntungannya jika MK Kabulkan Gugatan UU Pilpres

Kompas.com - 03/01/2014, 16:01 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Undang-Undang Pemilihan Presiden (UU Pilpres) telah digugat oleh bakal calon presiden dari Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Izha Mahendra, ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat, 13 Desember 2013, dan pakar komunikasi politik Effendi Gazalli, 10 Januari 2012 lalu, tetapi belum diputuskan hingga saat ini. Kuasa hukum dari Effendi Gazali, Ahmad Wakil Kamal, berharap MK bisa mengabulkan gugatan tersebut karena dinilai bisa menimbulkan banyak keuntungan bagi Indonesia.

"Pertama, tentunya pelaksanaan pemilu nantinya bisa lebih menghemat anggaran karena pemilu hanya dilaksanakan sekali," kata wakil dalam diskusi Judicial Review UU Pilpres di Kantor Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) itu di Jakarta, Jumat (3/1/2014).

Anggaran yang bisa dihemat, menurutnya, bisa mencapai Rp 10 triliun. Anggaran itu, lanjut dia, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal penting lainnya sehingga tidak terbuang sia-sia.

"Kedua, jika dikabulkan, judicial review UU Pilpres ini juga bisa menciptakan sistem presidensial yang kuat," ujarnya.

Dia menjelaskan, nantinya, presiden tidak akan lagi tergantung oleh kekuatan di parlemen. Pasalnya, dia merasa dipilih langsung oleh rakyat. Presiden justru akan memengaruhi masyarakat untuk memilih partai, bukan sebaliknya.

Ketiga, lanjutnya, masyarakat akan memiliki banyak pilihan capres dan cawapres. Pasalnya, mereka yang akan maju sebagai pasangan capres dan cawapres tidak akan tergantung pada perolehan suara partai di pemilu legislatif.

"Kalau sekarang, dengan adanya ambang batas 20 persen, paling banter cuma bisa tiga pasang kita punya capres dan cawapres," ujarnya.

Keempat, nantinya juga tidak akan ada kawin paksa antara capres dan cawapres. Capres dan cawapres akan berpasangan karena murni merasa cocok dan bisa bekerja sama dalam membangun bangsa.

"Kalau sekarang kan kita lihat pasangan bukan karena cocok, melainkan demi koalisi memenuhi batas suara. Jadinya, saat sudah jalan nanti, belum tentu cocok, malah bermasalah," lanjutnya.

Terakhir, masyarakat sendiri tidak akan jenuh terhadap proses pemilu yang hanya akan dilaksanakan sekali selama lima tahun. Hal tersebut sangat berbeda dengan keadaan saat ini yang mengharuskan masyarakat datang berulang kali ke tempat pemungutan suara (TPS). Dengan cara ini, angka golput pun pada akhirnya bisa ditekan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com