Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/10/2013, 04:01 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat, Pargono Riyadi, dituntut hukuman pidana enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia dianggap terbukti memeras wajib pajak yang juga adalah pebalap nasional pada era 90-an dan pemilik Asep Hendro Racing Sport (AHRS), Asep Hendra Permana.

"Menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan terdakwa Pargono Riyadi terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tipikor sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Jaksa Irene Putrie saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/10/2013).

Pargono dianggap terbukti meminta uang Rp 600 juta kepada wajib pajak atas nama PT Prama Cipta Kemilai (PCK) milik Asep Hendra. Dia mengancam akan menjadikan Asep tersangka terkait faktur-faktur fiktif yang diterbitkan oleh PT PCK.

Padahal, pajak Asep untuk tahun pajak 2006 telah diperbaiki senilai Rp 334,020 juta dan telah disetorkan ke KPP Pratama Garut pada 2007 dan 2008. Perbaikan itu ditolak Pargono dengan alasan bukan Asep yang menyerahkan langsung, melainkan Manager Keuangan PT AHRS Sudiarto Budiwiyono.

Pargono kemudian menjelaskan kepada Sudiarto bahwa posisi Asep dapat menjadi tersangka atau hanya saksi. "Kapasitas Asep (disebut) turut serta dengan total yang dibutuhkan pembayarannya sekitar Rp 800 juta. Kalau sudah masuk tahap penyidikan, sanksinya sebesar 400 persen sehingga total Rp 1,2 miliar," kata Jaksa Irene.

Kepada Asep, Pargono mengatakan perkara pajak itu akan naik ke penyidikan bila Asep tak membayar tagihan pajaknya itu. Melalui telepon, Pargono mengatakan bersedia membantu Asep asalkan mendapat Rp 600 juta. Namun, Asep menolak karena merasa sudah melakukan pembetulan pajak dan perusahaannya juga sedang mengalami kesulitan keuangan.

Atas hal itu, Pargono menurunkan permintaannya menjadi Rp 250 juta. Asep kembali menolak. Akhirnya, Pargono menurunkan lagi permintaan menjadi Rp 150 juta. Asep merasa terancam dengan permintaan terus-menerus dari Pargono meski pembayaran pajaknya sudah tak bermasalah.

Akhirnya, Asep pun memenuhi permintaan Pargono, tetapi hanya Rp 100 juta dan dilakukan pembayaran bertahap. Sampai saat Pargono ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baru Rp 75 juta yang sudah diserahkan.

Dalam pertimbangan tuntutan, hal yang memberatkan Pargono adalah posisinya sebagai penyidik yang justru tidak membuatnya memberikan contoh baik di tengah upaya pemerintah memberantas korupsi.

Sementara faktor yang meringankan tuntutan adalah Pargono belum pernah dihukum, sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, dan mengakui perbuatannya. Atas tuntutan ini, Pargono dan kuasa hukumnya akan membacakan pembelaan pada persidangan berikutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com