Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Dinasti, Cacat Demokrasi

Kompas.com - 19/10/2013, 08:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Politik dinasti dalam jabatan kepala dan wakil kepala daerah sesungguhnya terjadi secara luas. Puluhan kepala daerah terpilih ataupun gagal dalam pilkada terindikasi punya hubungan kekerabatan dengan pejabat lain. Hal itu dinilai sebagai ”cacat bawaan demokrasi”.

Berdasarkan penelusuran Kompas, setidaknya ada 37 kepala daerah terpilih yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat negara lain. Mereka tersebar di Provinsi Lampung, Banten, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Maluku.

Sebagian kerabat meneruskan jabatan yang sama. Bupati Indramayu Anna Sophanah meneruskan jabatan dari suaminya, Irianto MS Syafiuddin. Demikian pula dengan Bupati Kendal Widya Kandi Susanti, Bupati Bantul Sri Suryawidati, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, dan Bupati Kediri Haryanti Sutrisno, yang melanjutkan posisi suami masing-masing. Adapun Mohammad Makmun Ibnu Fuad menggantikan ayahnya, Fuad Amin, sebagai Bupati Bangkalan.

Pola lainnya adalah maju dalam pilkada dengan posisi berbeda sehingga dinasti politik bisa terbangun lebih besar. Contohnya, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, sedangkan anaknya menjadi Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza. Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang dan anaknya, Ivan SJ Sarundajang, Wakil Bupati Minahasa. Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, dan adiknya, Ichsan Yasin Limpo, Bupati Gowa.

Contoh lebih luas adalah dinasti politik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Keluarganya menjabat Wakil Bupati Pandeglang, Wali Kota Tangerang Selatan, Wakil Bupati Serang, dan Wali Kota Serang. Data tersebut belum memasukkan kekerabatan yang duduk di lembaga legislatif.

"Kementerian Dalam Negeri sebenarnya sudah mensinyalir kekerabatan dalam jabatan kepala/wakil kepala daerah sejak lama. Sedikitnya ada 57 kepala/wakil kepala daerah yang berhubungan keluarga. Karena itu, kami mengusulkan pembatasan kerabat yang mencalonkan diri dalam pilkada. Bahkan, kalau DPR mau, pengaturan bisa dikembangkan untuk lebih dari satu posisi," tutur Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, di Jakarta, Jumat (18/10/2013).

Namun, sampai saat ini, DPR belum menyetujui usulan pemerintah. Justru DPR memilih ada pengetatan syarat kompetensi, rekam jejak, dan integritas alih- alih membatasi kerabat yang mencalonkan diri dalam pilkada.

Menurut Gamawan, UUD 1945 tidak melarang kerabat untuk mencalonkan diri dalam pilkada atau pemilu sebab setiap orang memiliki hak sama untuk memilih dan dipilih. Namun, disebutkan pula, pembatasan untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain berdasarkan keadilan dan norma-norma lain seperti tercantum dalam Pasal 28 J (2).

Menurut pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Haryadi, dalam konteks demokrasi langsung, kualitas kekuasaan terpilih adalah cermin kualitas sebagian pemilihnya. Ketika masyarakat masih sangat paternalistik, kerabat tokoh cenderung menjadi patron budaya, politik, dan ekonomi. Bahkan, tanpa manipulasi atau mobilisasi dalam pilkada, "hegemoni paternalistik" yang di banyak tempat masih kuat akan membawa kemenangan pada kerabat patron.

Cacat bawaan

Karena itu, kerabat kepala daerah cenderung mudah memenangi pilkada, kecuali patron memiliki rekam jejak cacat. Hal itu, kata Haryadi, adalah "cacat bawaan demokrasi" terkait kondisi sosial-ekonomi masyarakat pemilih yang masih rendah.

Fenomena kerabat politik itu, menurut Haryadi, relatif universal, bahkan bisa dianggap wajar sebagai sarana pengasuhan politik. "Hal terpenting kontestasi free and fair. Memang, di negara-negara yang lebih maju, mereka mengatur jeda waktu satu periode jabatan bagi kerabat penguasa untuk boleh berkontestasi," katanya.

Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Benny Susetyo menambahkan, tumbuh dan meluasnya politik dinasti menunjukkan partai politik gagal membangun sistem seleksi orang terbaik untuk menjadi pemimpin. Sebaliknya, parpol tunduk pada kekuatan kapital dan memilih jalan pintas untuk berkuasa.

Akibatnya, tidak ada sirkulasi kepemimpinan yang sehat dengan kriteria terkait kualitas dan kemampuan tokoh. Akhirnya, feodalisme tumbuh melalui dinasti-dinasti politik. (INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com