Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rizal Mallarangeng: KPK Itu Manusia, Bisa Salah

Kompas.com - 17/10/2013, 16:39 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Juru bicara keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, yakin bahwa KPK melakukan kesalahan terkait penetapan tersangka dan penahanan Andi Mallarangeng terkait skandal Hambalang.

Andi, mantan Menpora, diduga melakukan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga mengakibatkan kerugian negara. Menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai kerugian negara dalam proyek tersebut sekitar Rp 463,6 miliar.

"Kita hargai KPK. KPK memiliki prestasi memukau. Tetapi bagi saya, KPK juga manusia biasa, dan bisa salah. Selama ini KPK tidak pernah salah. Nah, bagi saya, ini pertama kalinya KPK salah. Kita akan buktikan," kata Rizal di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/10/2013).

Kendati demikian, Rizal menyatakan menghormati langkah KPK.

Rizal mengatakan, tim kuasa hukum telah mempersiapkan sejumlah argumen yang dapat mematahkan sangkaan KPK. Rizal juga mengatakan, pihaknya akan melihat dasar dakwaan jaksa KPK ketika proses persidangan dimulai.

Andi ditahan setelah hampir satu tahun ditetapkan KPK sebagai tersangka. KPK mengumumkan penetapan tersangka Andi pada Desember 2012.

Selain Andi, KPK menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar serta mantan petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Sementara itu, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.

Ketiganya disangkakan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan Pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Terkait dengan kasus ini, Anas disangka KPK dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Nasional
Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Nasional
Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Nasional
Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Nasional
Kementerian KKP Bantu Pembudidaya Terdampak Banjir Bandang di Sumbar

Kementerian KKP Bantu Pembudidaya Terdampak Banjir Bandang di Sumbar

Nasional
Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Nasional
Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah 'Presidential Club', Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah "Presidential Club", Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com