Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Larang Keluarga Kepala Daerah "Nyalon"

Kompas.com - 16/10/2013, 21:05 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah akan menutup peluang politisi membangun dinasti keluarganya dalam kancah politik. Hal itu akan dilakukan dengan membatasi keluarga pejabat petahana mencalonkan diri dalam pemilu kepala daerah (pilkada).

"Pemerintah tetap mengusulkan larangan keluarga petahana maju pencalonan kepala daerah," kata Gamawan di kantor Kemendagri, Rabu (16/10/2013).

Dia mengatakan, larangan tersebut tidak dilakukan secara penuh. Dituturkannya, regulasi hanya akan mengatur keluarga petahana baru dapat mencalonkan diri menjadi kepala daerah selama lima tahun setelah kepala daerah petahana turun jabatan.

"Bukan pelarangan sebetulnya, tapi pembatasan. Setelah lima tahun, silakan sesudah itu," katanya.

Gamawan mengatakan, sebenarnya UUD 1945 tidak melarang pembangunan politik dinasti. Menurutnya, dasar pelarangan politik dinasti adalah kepatutan berpolitik.

"Sebenarnya UUD tidak melarang, tetapi kan soal kepatutan, kepantasan.Tapi pembatasan itu dibolehkan oleh undang-undang untuk dilakukan, pembatasan hak asasi seperti pasal 28," lanjut mantan Gubernur Sumatera Barat itu.

Sebelumnya, pimpinan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) Komisi II DPR, Arif Wibowo, menyatakan, semua fraksi di DPR sepakat mencegah adanya praktik politik dinasti. Namun, mereka belum sepakat dengan model pencegahan yang diusulkan pemerintah karena dapat berarti mengebiri hak politik warga negara.

Untuk mencegah politik dinasti, dalam Pasal 12 Huruf (p) RUU Pilkada yang disusun pemerintah disebutkan, calon gubernur tidak boleh memiliki ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur, kecuali ada selang waktu minimal satu tahun. Sementara dalam Pasal 70 Huruf (p) disebutkan, calon bupati tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur dan bupati/wali kota, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan.

”Kami mengusulkan jalan tengah, antara mencegah politik dinasti yang cenderung menyeleweng dan jaminan terhadap hak politik warga negara. Misalnya dengan memperberat syarat pencalonan agar tak muncul calon karbitan dari keluarga kepala daerah. Kepala daerah juga harus mundur jika ada kerabatnya ikut pilkada,” ujar Arif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com