Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesona Karier Para Ajudan Presiden

Kompas.com - 14/10/2013, 11:29 WIB
Edna C Pattisina

Penulis


KOMPAS.com — Ajudan adalah sosok yang selalu harus berada di samping presiden dalam hampir setiap kesempatan. Tidak heran, ada kedekatan emosional dan pribadi di antara keduanya. Kalau kemudian karier ajudan itu meroket bahkan sampai jenderal, hal ini sebenarnya manusiawi. Apalagi, ajudan adalah perwira-perwira terpilih.

Dalam sejarah Republik ini, karier ajudan yang paling meroket diraih oleh Jenderal (Purn) yang menjadi ajudan Presiden Soeharto tahun 1974 hingga menjadi Panglima ABRI (1988) dan Wakil Presiden (1993). Sosok lain adalah Jenderal (Purn) Wiranto yang menjadi ajudan Presiden Soeharto pada tahun 1989 hingga Panglima ABRI 1998.

Menjadi ajudan selama Orde Baru memang memiliki gengsi tersendiri. Tubagus Hasanuddin yang mantan ajudan BJ Habibie saat menjadi Wakil Presiden dan Presiden mengatakan, selama masa Orde Baru, jabatan ajudan adalah jabatan yang diperebutkan banyak orang karena eksklusif, banyak rezeki, dan akan menempati jabatan strategis di kemudian hari.

Era reformasi

Tren kemudian berubah setelah reformasi. Menurut Hasanuddin, pada era 1999-2004, setelah seseorang bertugas sebagai ajudan, sosok perwira itu kembali meniti karier dengan normal.

Beberapa orang, seperti Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo dan Marsekal (Purn) Imam Sufaat, masing-masing adalah ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Abdurrahman Wahid, pernah menduduki jabatan kepala staf di TNI AD dan TNI AU.

Namun, menurut Hasanuddin, banyak juga ajudan yang meniti karier formal dan kemudian pensiun dengan bintang satu atau dua di pundak.

Belakangan ini, pola bahwa perwira-perwira di sekitar kekuasaan harus terus berada di karier tinggi berulang pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Para ajudannya yang berpangkat kolonel pada masa pemerintahan 2004-2009 kini minimal berpangkat bintang dua dan menduduki jabatan strategis. Mereka adalah Letnan Jenderal M Munir yang saat ini menjadi Wakil KSAD, Asisten Operasi KSAU Marsekal Muda Bagus Puruhito, Asisten Operasi KSAL Laksamana Muda Didit Herdiawan, dan Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno, Kapolda Metro Jaya.

Diprediksi, pangkat mereka akan menjadi bintang tiga dalam waktu dekat. Dari segi karier, ini adalah sebuah loncatan tinggi. Apalagi, kalau dihitung kasar jumlah kolonel di seluruh TNI ada sekitar 4.000 orang, sedangkan bintang tiga tidak sampai lima belas orang. Berarti, probabilitas seorang kolonel menjadi bintang tiga adalah 0,3 persen.

”Polanya berulang lagi, sama seperti zaman Soeharto,” kata Hasanuddin yang mengatakan hal yang sama terjadi pada jabatan sekretaris pribadi, sekretaris militer, atau jajaran pasukan pengamanan presiden.

Sekretaris Militer Presiden Yudhoyono yang saat ini melejit di antaranya Jenderal Budiman yang menjadi KSAD, serta Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Marsda Hadiyan Suminta Atmadja.

Menurut Hasanuddin yang menyeleksi para ajudan Presiden Yudhoyono pada tahun 2004, prosesnya sangat ketat. Beberapa hal dipertimbangkan, mulai dari postur, tes psikologi, tes kecerdasan, dan wawancara untuk mengetahui karakter seperti loyalitas dan tidak bergosip. Dari segi karier militer, para kandidat juga harus punya prestasi dan kompetensi, yaitu minimal pernah memimpin pasukan setingkat brigade.

Sesuai dengan konstitusi, presiden adalah panglima tertinggi TNI. Dengan demikian, ketika karier dari orang-orang yang dikenal dan dipercaya presiden itu melejit, Hasanuddin menilainya sebagai kewajaran dan sesuatu yang manusiawi.

Sistem pembinaan karier

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com