Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Betapa Ringkihnya Institusi Mahkamah Konstitusi

Kompas.com - 11/10/2013, 18:38 WIB

Willy Pramudya, pegiat budaya, berbagi pendapat seputar penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagaimana sebagian orang berpandangan, saya memandang tercokoknya Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Akil Mochtar (AM)—yang kini nonaktif—dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukanlah hal mengejutkan, apalagi istimewa. Itu hanyalah perkara biasa sebagaimana umumnya penegak hukum berhasil melaksanakan tugas. Mengapa?

Di negara yang masih betah digolongkan sebagai terkorup di dunia seperti Indonesia, tertangkapnya seorang koruptor atau yang diduga koruptor tak berbeda dengan tertangkapnya seorang penjudi di sebuah rumah judi atau tercokoknya seorang pencopet di kampung copet.

Apa sulitnya menangkap seseorang di negara yang berada dalam darurat korupsi? Agaknya masyarakat tak cukup banyak alasan untuk menjadi mudah terkejut, apalagi kagum.

Akan tetapi, ada hal yang membuat kita boleh merasa sedikit lega untuk sesaat. Di sebuah negeri yang penyelenggaraan negara dan pemerintahannya cenderung dikelola secara akal-akalan dan asal-asalan, tertangkapnya AM menguak banyak hal.

Pertama, betapa ringkih dan amburadulnya MK sebagai lembaga tinggi negara sekaligus penjaga konstitusi ini.

Terlihat dengan gamblang betapa lembaga yang seharusnya berwibawa dan menjadi tumpuan terakhir para pencari keadilan ini justru berubah menjadi ruang gelap kekuasaan yang membuang prinsip-prinsip penegakan hukum dan penegakan keadilan ke dalam comberan.

Mereka yang tak berhati nurani membuat lembaga ini menjadi lembaga yang tidak terhormat sama sekali.

Kedua, betapa terancamnya hukum dan demokrasi di negeri ini hingga ke sudut-sudutnya.

Bersama AM juga tertangkap seseorang bernama Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan suami Airin Rachmi Diany yang menjabat Wali Kota Tangerang Selatan.

Konon, keluarga besar ini, yang para anggotanya banyak menduduki jabatan publik dan sosial, begitu kuat dan kuasa sekaligus tak tersentuh hukum ketika mereka bermasalah dengan hukum.

Ketiga, betapa uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan di DPR terhadap para calon pejabat publik lembaga penting, termasuk MK, tidak hanya penuh dengan kelemahan teknis, tetapi juga—mudah dituding sebagai—penuh dengan konspirasi atau politik dagang sapi.

Dampaknya, banyak pejabat publik yang merupakan hasil uji tersebut tidak sesuai dengan harapan publik.

Intinya, kasus AM telah menghina akal juga perasaan publik sekaligus membuka nalar akan perjalanan reformasi di negeri ini.

Ada banyak sekali tugas berat yang harus diselesaikan, terutama masalah penegakan hukum dan demokrasi yang masih dijalankan secara akal-akalan dan asal-asalan.

Di bidang korupsi, KPK perlu didorong untuk tidak hanya melakukan tugas seperti menangkap penjudi di rumah judi atau menangkap copet di kampung copet.

Publik benar-benar menunggu dibuat terkejut dan kagum oleh KPK karena berhasil menangkap pelaku kasus-kasus korupsi besar yang selama ini sama sekali belum tersentuh.

Willy Pramudya
Pegiat Budaya dan Aktivis Organisasi Pers
wpramudya@yahoo.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com