Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seleksi Hakim MK Harus Transparan

Kompas.com - 06/10/2013, 16:11 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Muhammad Isnur berpendapat, salah satu persoalan mendasar kualitas hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) adalah proses rekrutmen hakim konstitusi yang tidak jelas. Demi mencegah kasus Akil Mochtar terulang lagi, mekanisme seleksi calon hakim konstitusi harus transparan dan akuntabel.

"Tanpa keterlibatan publik, hakim konstitusi yang berasal dari pemerintah dan MA bisa berpotensi menjadi sampah atau garbage," katanya di kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (6/10/2013).

Secara hukum, kesembilan hakim konstitusi berasal dari pemerintah, DPR, dan MA. Dari ketiga institusi tersebut, menurut Isnur, hanya DPR yang menjalani mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon hakim konstitusi, sementara pemerintah dan MA cenderung tidak memiliki mekanisme perekrutan yang jelas.

Isnur memberi contoh kasus pemilihan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi. Ia menilai pemerintah tidak menjalankan UU karena tidak transparan dan akuntabel.  "Hanya ketika Adnan Buyung Nasution jadi (anggota) wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) ada keterlibatan publik," katanya.

Terkait hal itu, peneliti Indonesian Legal Roundtable Erwin Oemar menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melanggar UU MK No 24 tahun 2003 yang telah diperbaharui dalam UU No 8 tahun 2011.

"Dalam UU tersebut disebutkan bahwa penunjukan hakim konstitusi harus dipublikasikan di media cetak dan elektronik supaya bisa mendapat masukan dari masyarakat. Tapi presiden tidak melakukan itu," katanya dalam kesempatan yang sama.

Terkait dengan Akil Mochtar, Erwin menyebutkan, mantan politisi Partai Golkar tersebut memang menjalani fit and proper test di DPR. Kendati demikian, Akil hanya menjalani tes tersebut ketika di awal, sementara saat menjadi hakim konstitusi di periode kedua, DPR tidak lagi mengevaluasi kinerja Mochtar Akil pada periode pertama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat sebelum Megawati Ambil Keputusan

Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat sebelum Megawati Ambil Keputusan

Nasional
BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindak Lanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindak Lanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

Nasional
PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

Nasional
Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Nasional
PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

Nasional
Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak pada Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak pada Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Nasional
Pertahanan Udara WWF Ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Pertahanan Udara WWF Ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Nasional
Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Nasional
Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com