“Apapun istilahnya, ada tahap atau mekanisme uji publik bagi setiap pasangan calon dalam pilkada (pemilihan kepala daerah) dan pilpres (pemilihan presiden) atau caleg di pileg (pemilu legislatif). Dalam konteks pilpres di Amerika Serikat, misalnya, konvensi itu mekanisme uji publik. Ada wadah semacam itu yang di Indonesia tidak ada,” ujar Haris di Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Ia mengatakan, teknis uji publik dapat diatur oleh pembuat undang-undang dan penyelenggara pemilu. Intinya, kata dia, ada mekanisme pengujian calon yang akan diusung oleh publik. “Itu suatu keniscayaan yang mesti ada,” lanjutnya.
Sebelumnya, ia mengritik sistem pemilu, baik pilkada, pilpres dan pileg yang selama ini diterapkan di Indonesia. Menurut Haris, pemimpin dan wakil rakyat yang dihasilkan sistem pemilu yang demikian bukanlah pemimpin yang bertanggung jawab pada amanat yang diembannya.
Lebih rinci, dia mencontohkan, sistem pemilihan legislatif dengan daerah pemilihan (dapil) yang sangat luas. “Satu dapil pun terdapat banyak sekali caleg yang membuat pemilih sulit mengenali dan memilih calon yang baik,” tukasnya.
Sedangkan, dalam konteks pelaksanaan pilkada, tuturnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, belum menjamin bahwa kandidat yang diusung menjadi pasangan calon kepala daerah dan wakilnya ada kandidat yang memiliki kompetensi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.