Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perebutan Kekuasaan Bisa Memecah Golkar

Kompas.com - 19/09/2013, 10:34 WIB
Nina Susilo,
Anita Yossihara

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com — Banyaknya patron dalam Partai Golkar menumbuhkan banyak faksi. Semua memiliki kekuatan dan jaringan sendiri. Kepentingan pragmatis dan kekuasaan menjadi pemersatu sekaligus pemecah kekuatan di partai berlambang beringin itu.

Hal ini diungkapkan pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Haryadi, dan pengajar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana, secara terpisah, Rabu (18/9/2013).

Kondisi Partai Golkar itu, kata Haryadi, membuat persaingan Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie menuju posisi calon wakil presiden ataupun calon presiden menjadi niscaya.

Deklarasi dini Aburizal Bakrie (ARB) di tengah potensi elektabilitas yang rendah, kata Haryadi, menunjukkan reaksi atas gerakan politik kubu Akbar Tandjung yang mulai bergerak sistematis untuk negosiasi pencapresan.

Selain itu, Haryadi dan Ari Dwipayana sepakat bahwa Partai Golkar terdiri atas banyak patron yang masing-masing memiliki modal politik kuat dan bersaing.

Stabilisasi relasi antarpatron, kata Ari, bisa terjaga ketika terjadi koeksistensi damai berupa pembagian kekuasaan (power sharing). Hal ini biasanya terbangun dalam musyawarah nasional.

Namun, aliansi patron-patron ini akan terganggu saat menghadapi momentum elektoral. Semua merasa memiliki legitimasi untuk menjadi capres dan cawapres.

Ketika persaingan ini tidak bisa dikelola, bisa jadi muncul manuver untuk menggeser dukungan dan negosiasi informal tanpa melewati struktur formal. Karena itu, kata Ari, peluang Kalla ataupun Akbar untuk bergeser ke partai lain pun cukup besar.

Fenomena ini mengulang pengalaman Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Pada 2004, Wiranto memenangi konvensi dan diusung sebagai capres Partai Golkar. Namun, Kalla malah menjadi cawapres mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.

Lima tahun berikutnya, Partai Golkar mengusung Kalla, tetapi beberapa elite pengendali partai saat itu, seperti Aburizal Bakrie, justru mendukung SBY.

Karena itu, Haryadi menyebut Partai Golkar mengalami fragmentasi fungsional. Para elitenya merasa otonom untuk urusan pencapresan, tetapi tunggal untuk urusan pemilu legislatif. Ini juga membuat Partai Golkar selalu tak solid dalam pemilu presiden.

Memperkuat partai

Juru bicara Aburizal yang juga Wakil Sekjen Partai Golkar, Lalu Mara, kemarin, menegaskan, pencapresan Aburizal sudah dalam koridor yang benar. Dia membantah akan ada evaluasi pencapresan pada Rapat Pimpinan Nasional 20 Oktober nanti, seperti didengungkan Akbar.

”Pernyataan Pak AT (Akbar Tandjung) sama sekali tak mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan. Pak ARB setiap minggu turun ke daerah serta bersama seluruh jajaran dan pengurus daerah terus bekerja. Hasilnya sudah kelihatan, banyak survei menunjukkan ARB sudah melewati Pak JK dan Bu Mega meski betul masih selisih sedikit dengan Pak Prabowo,” tuturnya.

Wakil Sekjen Partai Golkar Nurul Arifin berkeyakinan perbedaan pandangan ini tidak akan memecah Partai Golkar, tetapi justru akan memperkuat partai.

Menurut Tantowi Yahya, wasekjen lainnya, keinginan untuk mengevaluasi pencalonan Aburizal sulit untuk dikabulkan. Sebab, pencalonan Aburizal ditetapkan dalam rapimnas.

Rapimnas juga diikuti pengurus DPD I, bukan pengurus DPD II yang disebut-sebut meminta evaluasi pencalonan Aburizal. (INA/NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Nasional
PDI-P Sebut Ahok Siap Maju Pilgub Sumut, Jadi Penantang Bobby

PDI-P Sebut Ahok Siap Maju Pilgub Sumut, Jadi Penantang Bobby

Nasional
Pernyataan Megawati soal Tak Ada Koalisi dan Oposisi Sinyal agar Presiden Tidak Takut Parlemen

Pernyataan Megawati soal Tak Ada Koalisi dan Oposisi Sinyal agar Presiden Tidak Takut Parlemen

Nasional
PDI-P Akui Sulit Cari Ganti Megawati dalam Waktu Dekat

PDI-P Akui Sulit Cari Ganti Megawati dalam Waktu Dekat

Nasional
PDI-P Bentuk Tim Pemenangan Pilkada Nasional, Dipimpin Adian Napitupulu

PDI-P Bentuk Tim Pemenangan Pilkada Nasional, Dipimpin Adian Napitupulu

Nasional
Sebut Pilpres Telah Usai, PDI-P Siap Gandeng Semua Partai di Pilkada

Sebut Pilpres Telah Usai, PDI-P Siap Gandeng Semua Partai di Pilkada

Nasional
Polri Diminta Jelaskan soal Isu Anggota Densus 88 Kuntit Jampidsus

Polri Diminta Jelaskan soal Isu Anggota Densus 88 Kuntit Jampidsus

Nasional
Sudirman Said Harap Pilkada Jakarta 2024 Tak Lagi Timbulkan Polarisasi

Sudirman Said Harap Pilkada Jakarta 2024 Tak Lagi Timbulkan Polarisasi

Nasional
Megawati Bakal Beri Pengarahan di Hari Kedua Rakernas V PDI-P

Megawati Bakal Beri Pengarahan di Hari Kedua Rakernas V PDI-P

Nasional
Jemaah Haji Asal Padang Meninggal, Jatuh Saat Tawaf Putaran Ketujuh

Jemaah Haji Asal Padang Meninggal, Jatuh Saat Tawaf Putaran Ketujuh

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Bentuk Kementerian Khusus Mengurus Program Makan Bergizi Gratis

Prabowo Pertimbangkan Bentuk Kementerian Khusus Mengurus Program Makan Bergizi Gratis

Nasional
Densus 88 Kuntit JAM Pidsus, Hari-hari Penuh Tanya

Densus 88 Kuntit JAM Pidsus, Hari-hari Penuh Tanya

Nasional
Cegah Dehindrasi, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Terbiasa Minum Oralit

Cegah Dehindrasi, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Terbiasa Minum Oralit

Nasional
Tema Hari Lansia Nasional 2024 dan Sejarahnya

Tema Hari Lansia Nasional 2024 dan Sejarahnya

Nasional
Poin-poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Bicara Kecurangan Pemilu sampai Kritik Revisi UU MK

Poin-poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Bicara Kecurangan Pemilu sampai Kritik Revisi UU MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com