Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konvensi, Golkar, dan Ical

Kompas.com - 18/09/2013, 08:20 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Konvensi pertama kali digulirkan di Indonesia oleh Partai Golkar. Namun, sekarang, partai ini justru dinilai telah kehabisan waktu dan tak mungkin menggelar konvensi. Meski demikian, penetapan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai calon presiden pun dinilai bukan tak bisa dikaji ulang.

"Saya kira tidak ada keinginan untuk melakukan konvensi lagi, calon presiden kan Aburizal Bakrie," kata Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Akbar Tandjung, di sela-sela peringatan HUT Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (17/9/2013) malam. Dia menyayangkan partainya memutuskan penetapan calon presiden hanya melalui mekanisme rapat pimpinan nasional.

Menurut Akbar, penentuan calon presiden akan lebih baik bila jauh-jauh hari dilakukan melalui konvensi. Sekarang, kata dia, partainya sudah kehabisan waktu kalaupun punya niat menggelar konvensi. Saat ini, lanjut Akbar, yang bisa dilakukan Partai Golkar adalah mengevaluasi ulang pencalonan Aburizal alias Ical karena elektabilitasnya yang masih saja rendah berdasarkan survei yang kini marak.

"Memang elektabilitas (Ical) rendah. Itu bisa jadi bahan partai untuk lakukan kajian, (meski) tidak dalam semangat untuk ganti pencapresan Aburizal Bakrie," tegas Akbar. Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini menegaskan tak ada yang perlu dijadikan polemik bila ada pihak yang mencermati stagnannya elektabilitas Ical. Justru sebaliknya, elektabilitas Ical harus terus diamati dan menjadi bahan analisis di internal Golkar.

Kalaupun bergulir wacana mengevaluasi Ical, kata Akbar, hal itu juga dinilainya wajar. Tujuannya adalah untuk mencari formula meningkatkan elektabilitas dan bukan mengarah pada pemilihan calon presiden yang baru.

Di lokasi yang sama, politisi senior Partai Golkar Jusuf Kalla juga sependapat dengan Akbar soal evaluasi dan konvensi calon presiden Golkar. Akan tetapi, Kalla merasa Golkar tak akan menggelar konvensi atau mengganti calon presidennya mengingat waktu pemilihan umum presiden telah mendekat. "Tapi, apakah waktunya masih sempat? Saya tidak tahu, kan perlu persiapan yang banyak," kata Kalla.

Mempertanyakan Ical...

Untuk diketahui, wacana mengevaluasi pencapresan Ical pertama kali menggelinding dari penuturan Akbar. Dalam sebuah kesempatan, dia mengungkapkan wacana perlunya mengevaluasi kepemimpinan Ical dalam Rapimnas Golkar yang akan digelar pada Oktober nanti. Menurut Akbar, hasil evaluasi itu akan dijadikan bahan pemikiran dan bahan diskusi di internal Partai Golkar.

Akbar menuturkan, kader Partai Golkar di daerah banyak yang mengeluhkan kepemimpinan Ical. Pasalnya, ada sejumlah janji yang tidak dipenuhi dan kemudian sering dikeluhkan oleh kader-kader tersebut.

Di antara janji tersebut, sebut Akbar, Ical pernah berjanji bahwa Dewan Pimpinan Pusat akan memberikan bantuan berupa dana abadi kepada kader di daerah. Namun, kata dia, realisasinya jauh dari harapan. Semua keluhan itu, aku Akbar, dia dengar langsung setiap kali bertemu kader partai di daerah.

Keluhan-keluhan dari kader Golkar di daerah ini, kata Akbar, akhirnya akan menjadi sandungan dari internal partai kelak bila Ical maju sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden 2014. Belum lagi, Ical pun masih punya sandungan besar bernama kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Akbar juga pernah mengkritisi hasil rapimnas sebelumnya yang memutuskan Ical sebagai calon presiden dari partai itu untuk Pemilu 2014. Keputusan itu, kata dia, dapat dievaluasi karena tak melibatkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar, yang merupakan kepengurusan di tingkat kabupaten kota.

Namun, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menyatakan keputusan Ical menjadi calon presiden telah sesuai AD-ART partainya. Secara tegas, Idrus siap memberi perlawanan dan menantang Akbar untuk berorganisasi sesuai dengan AD-ART yang ada.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com