"Saya akui, saya lalai dalam hal tersebut, selain karena memang sudah percaya pada masing-masing unit kerja. Saya juga beranggapan hasil kerja mereka semestinya sudah benar karena sebelumnya sudah dikoreksi oleh masing-masing unit kerja secara berjenjang berdasarkan tingkatannya, sesuai mekanisme dan prosedur yang ditentukan," terang Djoko saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (28/8/2013).
Djoko tetap tidak mengakui perbuatannya seperti dalam dakwaan yang disusun tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Djoko hanya menyesal karena dalam pelaksanaan pengadaan simulator SIM, ia kurang melakukan pengawasan dalam penyerapan dan pencairan anggaran, yang setiap bulan sudah dilaporkan kepadanya selaku Kepala Korlantas Polri
"Apalagi sebagai Kepala Korlantas Polri, saya juga sangat disibukkan dengan sejumlah tugas kelembagaan lainnya yang sangat padat dan sangat menyita waktu, energi, dan pikiran saya," kata Djoko.
Djoko mengaku baru mengetahui detail permasalahan proses pengadaan proyek tersebut setelah KPK melakukan penyidikan dan proses persidangan. Saat ini Djoko mengaku siap bertanggung jawab sebagai pimpinan Korlantas dan Kuasa Penggguna Anggaran proyek.
"Apabila kelalaian saya tersebut memang dianggap sebagai bentuk kesalahan, saya menyatakan siap bertanggung jawab sebatas kapasitas dan kewenangan saya selaku Kepala Korlantas atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)," katanya.
Seperti diketahui, tim JPU dari KPK menuntut mantan Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) itu 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara. Jaksa menyatakan, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengadaan alat driving simulator SIM roda dua dan empat di Korlantas Polri tahun 2011.
Djoko dianggap telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 32 miliar. Kerugian keuangan negara dalam proyek ini disebutkan Rp 121,830 miliar. Djoko juga dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang terkait dengan hartanya 2003-2010 dan 2010-2012. Djoko juga dituntut membayar uang pengganti Rp 32 miliar.
Jika dalam kurun waktu dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, akan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Selain itu, jaksa menuntut majelis hakim tipikor menjatuhkan hukuman tambahan kepada Djoko, yakni pencabutan hak-hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.