Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Semua Dewan Gubernur BI Seharusnya Bertanggung Jawab atas Century

Kompas.com - 20/07/2013, 11:08 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengungkapkan, semua dewan gubernur Bank Indonesia yang mengambil keputusan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) untuk Bank Century patut diduga sebagai pihak yang bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian FPJP tersebut. KPK kini mengusut indikasi keterlibatan anggota dewan gubernur BI selain Budi Mulya dan Siti Fajriah.

"Seharusnya, seluruh dewan gubernur bertanggung jawab. Cuma kita kan lagi periksa terus kan, saksi-saksi," kata Abraham di sela-sela diskusi dengan wartawan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (19/7/2013) malam.

Menurutnya, indikasi keterlibatan dewan gubernur BI dapat dilihat dari kewenangan mereka untuk mengubah peraturan Bank Indonesia. Diduga, dewan gubernur mengubah Peraturan Bank Indonesia sehingga Bank Century dimungkinkan untuk mendapatkan FPJP.

"Kan perubahan PBI (peraturan Bank Indonesia) itu harus melalui dewan gubernur, sifatnya kolektif kolegial. Sama dengan KPK kolektif kolegial kalau memutuskan perkara," tutur Abraham.

Dugaan KPK ini semakin diperkuat dengan hasil penggeledahan yang dilakukan penyidik di kantor BI beberapa waktu lalu. Hasil penggeledahan tersebut, kata Abraham, semakin meyakinkan penyidik KPK kalau sudah ada bukti tentang perbuatan melawan hukum, yakni penyalahgunaan wewenang dalam pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Dia juga mengatakan, terbuka peluang adanya tersangka baru selain Budi Mulya dan Siti Fajriah.

"Tidak menutup kemungkinan hanya dua. Makanya, kita sebut dan kawan-kawan karena ini membuka peluang. Kita memprediksi bahwa setelah kasus ini berjalan, tidak menutup kemungkinan ada tersangka-tersangka lain," katanya.

Untuk diketahui, KPK menyatakan Siti Fajriah sebagai pihak yang dimintai pertanggungjawaban hukum, tetapi dia belum resmi ditetapkan sebagai tersangka karena sakit dan dianggap belum sanggung diproses hukum. Jika dalam perjalanan penyidikan kasus Century, kata Abraham, ditemukan bukti akurat mengenai keterlibatan orang lain, KPK tidak takut menetapkan orang tersebut sebagai tersangka sekalipun dia adalah gubernur Bank Indonesia ketika itu.

"Sekalipun dia itu gubernur Bank Indonesia, kita tetapkan sebagai tersangka, enteng-enteng saja," tutur Abraham.

Saat pemberian FPJP dilakukan, gubernur Bank Indonesia dijabat Boediono yang sekarang menjadi wakil presiden. Abraham juga mengatakan, tidak ada kendala bagi KPK untuk memeriksa Boediono sebagai saksi dalam kasus Century. KPK sebelumnya pernah meminta keterangan Boediono saat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.

"Enggak ada masalah bagi KPK dan Pak Boediono kan sudah pernah diperiksa, jadi sama sekali KPK tidak pernah merasa terhambat. KPK tidak pernah merasa terintervensi, dan KPK tidak pernah merasa ragu untuk memeriksa Boediono," katanya.

Dalam kasus dugaan korupsi Bank Century, KPK secara resmi menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka. Dia diduga melakukan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Perbuatan itu diduga dilakukan Budi saat masih menjadi deputi bidang IV pengelolaan devisa Bank Indonesia. Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan, KPK menargetkan kasus Century jalani persidangan sebelum 2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com