Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fathanah Keberatan dengan Dakwaan Jaksa

Kompas.com - 25/06/2013, 00:59 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan suap impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang Ahmad Fathanah keberatan dengan dakwaan dari tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fathanah akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

"Ya, keberatan. Nanti melalui penasihat hukum akan mengajukan keberatan," kata Fathanah seusai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/6/2013). Kuasa hukum Fathanah, Ahmad Rozy, mengatakan bahwa dakwaan jaksa kurang cermat. Menurutnya banyak transaksi Fathanah yang tidak dijelaskan secara rinci seperti dikirimkan kepada siapa dan untuk apa.

"Saya melihat bahwa dakwaan jaksa ini tidak lengkap dan tidak cermat. Pertama banyaknya transaksi yang tidak dijelaskan, transaksi apa, lalu dia menerima transferan dari si A, si B, tapi transfer apa?" tanya Rozy.

Sebelumnya, Fathanah bersama mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, didakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah atau janji berupa uang Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.

Uang tersebut diduga merupakan bagian dari fee komitmen Rp 40 miliar yang dijanjikan kepada Luthfi melalui Fathanah, orang dekat Luthfi. Uang itu diberikan, kata jaksa KPK, agar Luthfi mempengaruhi pejabat Kementerian Pertanian supaya bisa memberi rekomendasi untuk tambahan impor 10.000 ton yang diajukan PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya.

Pemberian uang ini, menurut jaksa, dilakukan Direktur PT Indoguna Utama, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, melalui Fathanah pada 29 Januari 2013. Perbuatan Fathanah merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang, Fathanah disebut melakukan transaksi keuangan lainnya dengan mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan harta kekayaan senilai Rp 35,5 miliar. Uang itu antara lain digunakan Fathanah untuk pembelian rumah, mobil, perhiasan, hingga tiket pesawat.

Fathanah juga disebut mendapatkan uang untuk digunakan saat pencalonan Ahmad Heryawan pada Pilkada Gubernur Jawa Barat dan pencalonan Ilham Arief Sirajuddin dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan.

Pada dakwaan kedua, Fathanah diancam pidana dengan dakwaan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Dakwaan ketiga, Fathanah diancam pidana dengan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

    Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

    Nasional
    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Nasional
    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Nasional
    Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

    Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

    Nasional
    Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

    Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

    Nasional
    Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

    Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

    Nasional
    Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

    Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

    Nasional
    Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

    Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

    Nasional
    PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

    PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

    Nasional
    Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

    Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

    Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

    Nasional
    Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

    Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

    Nasional
    Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

    Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

    Nasional
    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com