Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebenarnya, Bisakah Susno Duadji Dieksekusi?

Kompas.com - 27/04/2013, 20:58 WIB
Inggried DW

Penulis

KOMPAS.com — Tim gabungan kejaksaan gagal melakukan eksekusi terhadap mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, Rabu (24/4/2013) lalu, di kediamannya, kawasan Dago Pakar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Susno, yang terjerat kasus korupsi, bersikeras tak mau dieksekusi.

Alasan yang dijadikan dasar penolakan Susno dan tim kuasa hukumnya adalah tidak adanya pencantuman perintah penahanan dalam amar putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung. Menurut pihak Susno, putusan itu batal demi hukum karena tak memuat perintah eksekusi. Pendapat yang sama juga disampaikan mantan Menteri Kehakiman, yang juga Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra. Namun, pendapat berbeda disampaikan sejumlah praktisi hukum, dan Ketua Mahkamah Konstitusi AKil Mochtar. Bagaimana melihat duduk persoalan perdebatan soal eksekusi Susno? Sebenarnya, bisakah ia dieksekusi?

Akar perdebatan

Argumentasi hukum yang digunakan pihak Susno adalah ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k UU Nomor 81 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Ketentuan pasal itu menyatakan bahwa surat pemidanaan harus memuat perintah agar terdakwa ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan. Pihak Susno menafsirkan, sesuai Pasal 197 Ayat 2 putusan batal demi hukum jika tak memuat perintah eksekusi.

Pasal 197 Ayat (1) huruf k KUHAP ini pernah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Permohonan diajukan oleh  Parlin Riduansyah. Saat itu, Yusril Izha Mahendra bertindak sebagai kuasa hukumnya.

Dalam putusan yang dibacakan pada 22 November 2012, MK berpendapat, dalam penjelasan KUHP disebutkan, apabila terjadi kekhilafan atau kekeliruan dalam penulisan pidana seperti diatur Pasal 197, maka tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum. Sebagai hamba Tuhan yang tidak sempurna, menurut MK, hakim dapat membuat kekeliruan, baik disengaja maupun tidak disengaja.

"Sungguh sangat ironis, bahwa terdakwa sudah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana lalu putusannya tidak dapat dieksekusi hanya karena tidak mencantumkan perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan," demikian bunyi putusan MK.

MK juga berpendapat, jika perkaranya berdampak tidak meluas seperti penghinaan, mungkin tidak terlalu merugikan kepentingan umum jika putusan dinyatakan batal demi hukum. Namun, jika perkaranya berdampak sangat luas seperti korupsi, tetapi harus batal demi hukum, pendapat MK, maka putusan itu akan sangat melukai rasa keadilan masyarakat.

Berbagai pendapat

Sejumlah kalangan mulai dari Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Ketua MK Mahfud MD, dan Jimly Asshiddiqie turut memberikan pendapat. Apa kata mereka soal pro kontra tafsir atas Pasal 197 KUHAP itu?

1. Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar

Menanggapi pro kontra soal tafsir atas Pasal 197 itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengatakan, tidak dicantumkannya Pasal 197 Ayat (1) KUHAP dalam amar putusan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji tidak serta-merta akan membatalkan proses eksekusi terhadapnya. Jika ditafsirkan demikian, menurutnya, seluruh terpidana dalam kasus hukum akan minta dikeluarkan dari penjara.

"Dia lawyer pasti akan mengambil sudut yang memenangkan kliennya. Kalau asumsi sebaliknya, yang dulu batal semua dong," kata Akil saat ditemui di MK, Kamis (25/4/2013).

Akil mengatakan, putusan yang diambil oleh Mahkamah Agung telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht). Oleh karena itu, wajar jika kejaksaan melakukan eksekusi terhadap Susno, yang menjadi terpidana kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.

"Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu harus dijalankan karena putusan itu tidak sekadar amar, tetapi juga pertimbangannya," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

    BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

    Nasional
    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com