Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Presiden Mengurus Partai, Ini Beda SBY dengan Soeharto

Kompas.com - 25/02/2013, 17:19 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang turun tangan langsung menangani persoalan internal Partai Demokrat mengundang reaksi dari Ketua Umum Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto. Menurut dia, inilah bedanya Presiden SBY dan Soeharto.

Wiranto mengatakan, Soeharto saat menjadi Presiden juga adalah Ketua Dewan Pembina Golkar. Namun, ujar dia, Soeharto tak pernah lebih memikirkan partainya dibanding rakyat. "Presiden itu harus dapat hindarkan seluruh tindakan yang dianggap iri hati oleh parpol lain, dianggap tidak membina. Kan namanya saja Presiden Republik Indonesia, harus lepaskan jabatan di parpol," kata Wiranto di gedung Umar Ismail, Jakarta, Senin (25/2/2013).

Sebagai mantan ajudan Presiden Soeharto, Wiranto mengatakan tak pernah sekali pun Soeharto mengenakan baju partai. Menurut dia, Soeharto berlaku demikian agar tidak timbul masalah antara Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Jika seorang presiden sampai lebih memilih mengurus partai, ujar Wiranto, akan ada banyak masalah dan mengganggu stabilitas politik negara. "Seorang presiden adalah presiden rakyat Indonesia. Presiden adalah pembina seluruh partai. Siapa pun diberi jabatan publik, berakhir sudah loyalitas pada partai atau kelompok," tutur mantan Panglima ABRI (Pangab) itu.

Wiranto menambahkan, sudah waktunya Presiden SBY harus berkonsentrasi kepada rakyat, bangsa, dan negara. Perhatian kepada rakyat, menurut dia, adalah prioritas bagi seorang presiden. Mengurus rakyat, kata dia, tidak dapat dibarengi dengan mengurusi parpol. "Ngurus negara saja kadang 24 jam sudah tidak cukup, apalagi disambi ngurus partai," ujar Wiranto.

Seperti diberitakan, akhir-akhir ini, Presiden SBY telihat sangat sibuk mengurus partai Demokrat yang tingkat elektabilitasnya terus turun. Sabtu (23/2/2013), Presiden SBY bertindak selaku Ketua Majelis Tinggi partai pun sibuk mengurusi partainya saat Ketua Umum Partai Demokrat memutuskan mengundurkan diri.

Presiden SBY langsung memimpin rapat pada saat itu untuk menunjuk ketua umum sementara Partai Demokrat. Hasil dari rapat itu adalah penunjukan Max Sopacua, Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas, Johny Allen Marbun, dan Toto Riyanto sebagai Ketua Umum Sementara Demokrat.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com