Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalau DPR Minta Jatah, Tak Usah "Diladeni"!

Kompas.com - 09/11/2012, 10:10 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu mengakui, upaya-upaya oknum anggota DPR yang berusaha mendekati BUMN memang ada. Akan tetapi, jika tak ditanggapi serius, upaya-upaya itu tak akan terwujud. Hal itu dikatakan Said saat dijumpai Kompas.com, di Studio Kompas TV, Jakarta, Kamis (8/11/2012). Ia menanggapi seputar dugaan pemerasan yang dilakukan oknum anggota DPR terhadap BUMN yang sepekan ini kembali mencuat.

"Begini, umpamanya, 'Pak, bisa enggak saya ini (minta)', kemudian saya balas, 'Eh, kau mau aku masuk penjara'. Jawab santai saja, tidak usah dianggap serius," ujar Said, yang menjabat Sekretaris Menteri BUMN medio 2005-2010.

Meski telah berulang kali menolak memberikan, menurut Said, upaya-upaya seperti itu masih saja dilakukan anggota Dewan, salah satunya dengan mengajak bertemu empat mata. Seorang pejabat negara berhak untuk langsung menolaknya.

"Sekali kita ladeni, akan terus kita jadi sasaran permainan. Mereka biasanya dimulai dengan candaan, 'Bos, ada bensin enggak?'. Saya jawab, 'Enggak ada bensin, Bos'. Selesai itu sudah," paparnya.

Menurutnya, penolakan terhadap permintaan anggota Dewan tidak akan berpengaruh apa pun terhadap kucuran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk BUMN. Pasalnya, proses pengambilan keputusan di DPR bersifat kolektif.

Pengalaman

Lantas, Said pun mengungkapkan pengalamannya saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan DPR soal dividen BUMN. Ia mengaku pernah berdebat dengan anggota Badan Anggaran. Perdebatan itu berlangsung alot.

"Tetapi, kalau kita berani debat, kita ladeni saja sabar. Lama-lama mereka akan gerah sendiri. Yang baik akan bertahan debat mempertahankan substansi, yang nakal-nakal itu akan kecapaian dia, akhirnya keluar sendiri. Makanya, jangan apa-apa menyerah debat dan cari jalan belakang," ucap Said.

Akan tetapi, ia mengatakan, tak semua anggota Dewan "nakal". Menurutnya, masih banyak wakil rakyat yang baik, sepanjang tak diberikan peluang untuk bermain dengan BUMN. Lalu, bidang apa saja yang biasanya menjadi "ladang bermain" anggota DPR?

DPR, lanjutnya, biasa bermain pada sejumlah ranah, seperti privatisasi, APBN, dan penyertaan modal negara (PMN). Namun, jika menolak berkongkalikong, anggaran BUMN atas ketiga hal itu tidak akan berkurang.

"Pas saya masuk anggaran BUMN Rp 50 miliar, sampai saya keluar meningkat jadi Rp 400 miliar. Dulu juga PMN Garuda tinggi mencapai Rp 1 triliun. Jadi, ini bukti bahwa upaya pemerasan itu tidak akan ada kalau kita tidak memberikan susu untuk diperas," ujarnya.

Baca juga:
Sebagian Besar Direksi BUMN 'Pesanan' Parpol
Dituduh Pemeras, Sumaryoto Siap Pembuktian Terbalik
Anggota Dewan Peminta Gula Politisi Demokrat?
Anggota BK Kecewa Penjelasan Dahlan

Baca juga berita terkait dalam topik:
Dahlan Iskan Versus DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com