JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menilai wajar hasil jajak pendapat Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang menempatkan DPR sebagai lembaga paling korup. Persepsi publik itu dinilai akibat gencarnya pemberitaan tentang kasus korupsi yang melibatkan DPR.
"Survei itu momen sesaat dan saya memahami bagaimana persepsi publik terhadap DPR dengan berita-berita yang merusak citra secara masif," kata Ketua DPR Marzuki Alie melalui pesan singkat, Rabu (6/6/2012).
Sebelumnya, hasil survei SSS terhadap 2.192 responden di 163 kabupaten kota di 33 provinsi, sebanyak 47 persen responden menilai DPR lembaga paling korup. Di bawah DPR, ada kantor pajak (21,4 persen) dan kepolisian (11,3 persen).
Menurut SSS, sebanyak 62,4 persen responden menyebut anggota Dewan hanya masuk ke Senayan untuk mencari nafkah semata. Sebanyak 52,6 persen responden menganggap DPR hanya sebagai tempat berkumpulnya orang partai.
Marzuki mengatakan, semua anggota Dewan harus merespon positif hasil survei itu. Ke depan perlu dilakukan perbaikan di internal. "Kuncinya semua harus berpikir sama untuk kebaikan," ucap dia.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, pemberitaan terkait kasus wisma atlet SEA Games dan proyek Hambalang dalam 10 bulan terakhir telah menurunkan kepercayaan publik terhadap DPR.
"Ini harus ada perbaikan internal karena ini menjadi kepedihan bagi lembaga ini, kehilangan kepercayaan masyarakat. Apa pun di negara demokrasi, DPR harus mendapat tempat terbaik di mata publik, bukan seperti sekarang ini," kata Pramono.
Ketua Badan Kehormatan M Prakosa mengatakan, hasil survei itu menjadi bahan masukan pihaknya. Meski demikian, ia mengkritik mengapa hanya DPR yang disorot berbagai pihak terkait penyimpangan.
"Padahal ada juga lembaga lain yang bermasalah. Masalah kronik di eksekutif, yudikatif, legislatif perlu ada perbaikan menyeluruh," kata Prakosa.
Senada disampaikan Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil. Menurut dia, persepsi publik itu akibat pemberitaan yang melibatkan anggota DPR dan petinggi parpol. Padahal, kata dia, korupsi yang melibatkan politisi jauh lebih kecil dibanding korupsi yang melibatkan eksekutif.
"Padahal skandal korupsi elit politik itu belum sebanding jumlahnya dengan korupsi di lembaga-lembaga pemerintah. Di DPR hanya membahas dan mengesahkan anggaran. Implementasi anggaran di pemerintah. Jangan-jangan survei ini didisain untuk mendiskreditkan DPR," pungkas Nasir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.