Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim: Andi Nurpati Baca Surat MK

Kompas.com - 03/01/2012, 18:29 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meyakini Andi Nurpati sempat membaca surat penjelasan keputusan Mahkamah Konstitusi yang asli mengenai sengketa pilkada di Sulawesi Selatan I, saat dirinya menjabat Komisioner Komisi Pemilihan Umum.

Hal itu terungkap dalam vonis untuk terdakwa Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK yang dibacakan di PN Jakpus, Selasa (3/1/2012). Hasan divonis satu tahun penjara atau enam bulan lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Ketua majelis hakim Herdi Agustein menjelaskan, awalnya Nurpati mengirimkan surat melalui faksimile ke MK. Surat itu berisi permintaan penjelaskan amar keputusan MK Nomor 84 mengenai sengketa Pilkada di Sulsel I.

Sengketa itu muncul setelah Partai Hanura menggugat perolehan suara partainya di tiga kabupaten di Sulsel I, yakni Takalar, Gowa, dan Jeneponto ke MK.

Zainal Arifin Hosein, selaku Ketua Panitera MK, lalu membuat konsep surat untuk menjawab permintaan KPU. Adapun Hasan yang mengetik. Substansi dalam konsep itu berisi 'penambahan suara' untuk Partai Hanura di tiga kabupaten itu.

Padahal, dalam amar putusan MK tak ada kata 'penambahan suara' melainkan 'jumlah suara'. Konsep surat itu sempat disimpan di komputer di MK. Nesyawaty, anak hakim MK Arsyad Sanusi dan Nurpati lalu meminta kepada Hasan agar surat penjelasan MK segera dikirim ke KPU lantaran akan digunakan untuk rapat pleno KPU.

Hasan lalu membuka file konsep surat. Dia kemudian mengkopi dan menyalin tanda tangan Zainal, serta memberi nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 ke konsep surat itu. Hasan lalu mengirimkan surat ke nomor faksimile yang ada di ruang kerja Nurpati.

Zainal dan Hasan kembali membuat surat penjelasan baru setelah dijelaskan oleh Nalom, panitera MK, bahwa isi amar putusan MK Nomor 84 adalah perolehan bukan penambahan. Surat penjelasan yang baru itu diberi nomor 112 tertanggal 17 Agustus.

Hasan dan Nalom lalu mengantarkan surat baru itu ke KPU. Namun, Nurpati tak di kantor. Saat itu, kata hakim, Dewi Yasin Limpo, kader Partai Hanura yang datang ke kantor KPU, sempat meminta agar surat itu tidak diserahkan ke KPU tanpa ada alasan yang jelas. "Nalom menjawab maaf ini harus disampaikan," kata hakim.

Akhirnya, surat itu diserahkan Hasan dan Nalom ke Nurpati di stasiun televisi Jak TV pada malam harinya. "Map (berisi surat) tersebut dibuka. Saksi Andi Nurpati mengatakan 'kalau tidak dapat kursi kenapa dikabulkan'. Terdakwa (Hasan) diam saja," kata hakim. Surat itu lalu diserahkan kepada  sopir Nurpati.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com