Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Ingin Diistimewakan SBY

Kompas.com - 16/10/2011, 12:32 WIB
Anwar Hudijono

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cenderung merasa dirinya istimewa, dan ingin diistimewakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. PKS selama ini mengambil posisi yang tidak jelas, antara koalisi dan oposisi.

"Sikap PKS yang mengancam-ancam itu mirip perilaku anak kecil yang menangis dan mutung jika jatah permennya kurang," kata Abul Aziz SR, pengajar pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, di Surabaya, hari Minggu (16/10/2011).

Menurut Aziz, PKS mestinya tegas mendefinisikan dirinya secara jelas, posisinya di mana. Kalau bagian dari pemerintahan SBY mestinya bekerja untuk menyukseskan kebijakan-kebijakan pemerintah, bukan menelanjangi dan menyerimpung pemerintahan SBY.

"Kalau ambil posisi sebagai partai oposisi tetapi kok ngotot bertahan di pemerintahan. Ini kan ganjil. Jika tidak jelas begini, lama-lama PKS akandisebut partai banci," kata Aziz.

Menurut Direktur Centre for Public Policy Studies (CPPS) Surabaya ini, penyerahan masalah reshuffle kepada Majelis Syuro, itu menunjukkan di internal PKS ada benturan antarfaksi. Mereka sulit bersepakat, ada tarik menarik yang kuat. Jika diteruskan bisa merembet pada perpecahan partai. Untuk itu, jalan paling aman adalah diserahkan kepada Majelis Syuro.

"Sekarang ini PKS sedang sangat bingung. Ancaman tiji tibeh (mati siji mati kabeh) menarik seluruh menterinya jika ada salah satu menteri yang dicopot, ketahuan kalau hanya gertak sambal," katanya.

Sementara pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Aribowo, mengatakan, hasil rapat pimpinan PKS di Jakarta menunjukkan bahwa partai itu sejak awal adalah partai yang sadar akan kekuasaan.

Dihubungi di Surabaya, Minggu, Aribowo, mengatakan, boleh saja PKS mengklaim dirinya sebagai partai dakwah. Akan tetapi dalam sikap dan perilakunya, PKS menunjukkan sebagai partai yang sadar bahwa kekuasaan adalah jalan untuk mencapai tujuan. " Artinya PKS itu tidak berbeda dengan partai politik yang lain," katanya.

Menurut Aribowo, PKS sejak dulu dalam berkoalisasi cenderung main dua kaki. Satu kaki bergabung dengan koalisi di kekuasaan, kaki lainnya beroposisi terhadap kekuasaan.

Ia mencontohkan, dalam kasus Bank Century terlihat sekali PKS di DPR begitu deras menyerang pemerintah, atau berada pada posisi oposisi. Tetapi pada sisi lain, PKS tetap masuk dalam koalisi yang berarti juga harus berpihak kepada pemerintah.

Sebenarnya, menurut Aribowo, PKS itu tidak sungguh-sungguh akan keluar dari koalisasi, karena beranggapan bahwa pegang kekuasaan birokrasi itu efektif untuk menghadapi Pemilu 2014.

"Saya kira SBY tidak akan mengingkari code of conduct atau kontrak kerja sama dengan PKS. Tetapi bisa jatah menterinya, sedikit dikurangi atau personilnya, diganti agar pemerintahannya lebih efektif dan terakselerasi," ucap Aribowo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com