Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agus: "Whistle Blower" Seharusnya Bebas

Kompas.com - 16/06/2011, 16:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota DPR 1999-2004, Agus Condro, mengaku kecewa dengan keputusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menghukumnya dengan penjara selama 1 tahun 3 bulan ditambah denda Rp 50 juta.

Terdakwa dalam kasus suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 itu dinilai terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima sejumlah cek perjalanan yang diduga terkait pemenangan Miranda Goeltom sebagai DGS BI.

Menurut Agus, selaku whistle blower dalam kasus tersebut, sedianya dia terbebas dari hukuman. "Saya adalah pelapor sehingga perkara BI terungkap. Pelapor itu dalam undang-undang LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) Pasal 10 Ayat 1 itu tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/6/2011).

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai Suhartoyo menjatuhkan vonis hukuma 1 tahun 3 bulan penjara kepada Agus. Lama hukuman kurungan tersebut hanya berbeda beberapa bulan dengan anggota DPR 1999-2004 lainnya yang didakwa satu berkas dengan Agus.

Mereka adalah Max Moein yang divonis 1 tahun 8 bulan penjara, Rusman Lumbatoruan yang mendapat hukuman sama dengan Max, serta Willem Tutuarima yang divonis 1 tahun 6 bulan penjara.

Agus mengatakan, jika seorang whistle blower sepertinya bebas dari hukuman, akan banyak orang yang mengikuti jejak Agus. Dengan demikian, banyak pula pelaku tindak pidana korupsi yang terjerat. Jika tidak, Agus khawatir tidak akan ada lagi orang yang berperan sebagai whistle blower seperti dia.

"Karena negeri ini ditengarai penuh dengan mafia hukum, nantinya akan banyak aparat penegak hukum yang terjerat hukum. Misalkan seseorang yang pernah menyuap penegak hukum kemudian melapor ke MA (Mahkamah Agung)," ujar Agus.

Meskipun demikian, Agus merasa pantas mendapat hukuman. "Kalau dilihat saya harus dihukum, jadi ya memang harus dihukum. Karena yang namanya Mbok Minah, nenek yang di Banyumas yang dituduh ngambil kakao saja dihukum, masak saya pejabat negara yang ambil Rp 500 juta tidak dihukum?" tuturnya.

Kuasa hukum Agus, yakni Firman Wijaya, menambahkan, pihaknya akan pikir-pikir untuk memutuskan akan mengajukan banding terhadap vonis hakim atau tidak.

Namun Firman menekankan, hukuman terhadap kliennya itu tidak adil. "Kenapa pelapor (Agus) dihukum lebih dulu, sementara pemberi suap sampai hari ini belum jelas status hukumnya," kata Firman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com