Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberitaan Nunun Dinilai Tidak Adil

Kompas.com - 09/06/2011, 20:46 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI, Adang Darajatun, menilai pemberitaan mengenai proses hukum istrinya, Nunun Nurbaeti, terkait kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, tidak adil.

Adang mengungkapkan, salah satu ketidakadilan tersebut terjadi ketika Nunun gagal menjalani proses pengobatan di Singapura, karena disangka sebagai buron oleh salah satu pihak rumah sakit.

"Karena tiba-tiba ada media yang datang dan mapping di Singapura. Padahal status Ibu saat itu masih jadi saksi. Nah, itu saya rasa tidak adil," ujar Adang kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (9/6/2011).

Selain itu, tambah Adang, dalam persidangan kasus itu Nunun tidak perlu hadir karena memang sedang sakit sakit. Dia juga yakin istrinya tidak bersalah, karena tidak ada bukti yang menyebutkan Nunun yang memberikan cek kepada Ary Malangjudo.

"Ada juga status orang yang dianggap memberi, tetapi tidak jadi tersangka. Sementara, istri saya tersangka. Di mana keadilan itu?" kata Adang.

Namun di balik pernyataannya itu, Adang secara tegas membantah pandangan beberapa pihak yang menilai sikapnya tersebut seolah untuk melindungi istrinya.

Menurut dia, jika memang nantinya Nunun tertangkap karena interpol yang sudah mengirimkan red notice, dia akan siap menghadapi itu semua. "Saya siap, silakan saja. Tetapi, apa pun keluarga dan saya merasa tidak adil. Sekarang lihatlah, media mana yang tidak menulis, seolah-olah ibulah satu-satunya kunci dalam kasus ini," katanya.

Nunun ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir Februari 2011. Namun KPK baru mengumumkan status Nunun tersebut pada 23 Mei lalu di hadapan Komisi III DPR.

Nunun disangka memberikan sejumlah cek perjalanan kepada anggota DPR 1999-2004. Kasus cek perjalanan menjerat 26 anggota DPR 1999-2004 sebagai tersangka. Sebanyak 24 politisi di antaranya sudah divonis dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam dakwaan terhadap para politisi itu disebutkan bahwa cek perjalanan diberikan Nunun melalui Ary Malangjudo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com