Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBHI: Telusuri Rekening Hakim Syarifuddin

Kompas.com - 03/06/2011, 16:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Hendrik D Sirait meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran rekening hakim Syarifuddin terkait dugaan suap dalam kasus pailit perusahaan PT SCI. Menurut Hendrik, selain penemuan sejumlah uang tunai bernilai miliaran rupiah di kediaman Syariffudin kemarin, kemungkinan masih ada dana lainnya yang perlu ditelusuri.

"Memang selain ada transaksi cash sejumlah miliaran kemarin, KPK juga perlu mengusut transaksi mencurigakan di rekening Syarifuddin. Inilah yang bisa menjadi pintu masuk KPK untuk mengusut tuntas kasus dugaan suap ini," ujar Hendrik kepada wartawan di Kantor PBHI, Jakarta, Jumat (3/6/2011).

Hendrik menilai, jika memang benar Syarifuddin terbukti melakukan dugaan suap, tidak mungkin dana suap tersebut dicairkan seluruhnya dalam bentuk tunai, seperti yang ditemukan KPK di rumahnya. "Jadi kalau tidak di rekening Syariffudin, bisa juga pasti di rekening orang-orang terdekatnya, seperti keluarganya atau saudara-saudaranya," tukasnya.

Syarifuddin ditangkap KPK pada Rabu (1/6/2011) malam, di kediamannya, di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Selain hakim Syariffudin, KPK juga menangkap seorang kurator Puguh Wirayan, yang diduga memberikan suap terkait perkara kepailitan PT SCI untuk pengalihan aset. Dalam penangkapan tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa uang 116.128 dollar Amerika Serikat, 245.000 dollar Singapura, 20.000 yen Jepang, dan 12.600 riel Kamboja. KPK juga menyita uang Rp 392 juta. Total dari penemuan uang tersebut dilansir mencapai lebih dari  dari Rp 2 miliar. Atas perbuatannya, keduanya kini berstatus sebagai tersangka. Hakim Syarifuddin disangka melanggar Pasal 12 a/b/c dan atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun Puguh dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 a dan atau Pasal 5 Ayat 1 a/b dan atau Pasal 13 undang-undang yang sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com