JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi telah menetapkan Nunun Nurbaeti menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap 26 anggota DPR periode 1999 -2004 untuk pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom. Kini, Nunun seharusnya bisa dihadirkan untuk menjalani pemeriksaan, mengingat statusnya telah berubah dari saksi kunci kasus itu menjadi tersangka.
Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta, menyatakan, perubahan status Nunun ini sebenarnya membantu KPK untuk bersikap tegas. Ia memaklumi, sebelumnya KPK tidak bisa bersikap keras karena Nunun hanya sebagai saksi. Namun, sesuai dengan proses hukum, ketika ia menjadi tersangka, KPK boleh mengambil tindakan-tindakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun itu.
"Saya melihat mengapa dulu dia (Nunun) mangkir pemeriksaan karena saat itu statusnya masih menjadi saksi dan menyatakan ia sakit. Oleh karena itu, KPK tidak bisa berbuat lebih keras karena status saksi itu tadi. Kalau sudah menjadi tersangka, justru KPK bisa mengambil keputusan-keputusan yang lebih keras untuk menindaklanjuti pemeriksaan terhadap Nunun," ujar Gandjar saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2011).
Seperti diberitakan, Nunun Nurbaeti beberapa kali tak bisa dimintai keterangan karena mengaku sakit stroke pada tahun 2010 dan berakibat mengalami sakit lupa berat. Padahal, ia merupakan saksi kunci yang bisa mengungkapkan siapa yang memberikan suap untuk 26 anggota DPR itu.
Disebut-sebut Nunun merupakan orang yang memberikan uang berupa cek perjalanan kepada sejumlah anggota Dewan melalui Arie Malangjudo. Namun, sampai saat ini belum diketahui siapa sosok di balik Nunun yang memerintahkan pemberian cek perjalanan itu. Oleh karena itu, menurut Gandjar, KPK tak perlu ragu lagi untuk melakukan tindakan ekstradisi pemulangan kembali Nunun Nurbaeti yang diduga berada di luar negeri. Tak ada alasan lagi bagi Nunun untuk berkelit karena statusnya telah ditetapkan KPK sejak Februari lalu.
Gandjar melanjutkan, KPK bisa meminta bantuan penegak hukum di negara tempat Nunun berada untuk mempermudah pemulangan tersangka tersebut. "Mungkin sulitnya ini karena dia berada di luar negeri, jadi harus melakukan ekstradisi. Itu yang harus secara tegas dilakukan KPK saat ini. KPK bisa bekerja sama dengan penegak hukum di tempatnya berada untuk mencari dan mendatangkan Nunun. Patrialis Akbar (Menteri Hukum dan HAM) kan juga sudah menunggu KPK untuk ini. Jadi ya didatangkan Nununnya. Dia kan sudah jadi tersangka," ujar Gandjar.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, mengenai rencana pemulangan Nunun Nurbaeti ke Tanah Air, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan menunggu surat keputusan KPK untuk mencabut paspor Nunun. Pencabutan ini dilakukan untuk mempersempit ruang gerak Nunun kabur ke tempat yang lebih jauh.
"Kami, Kementerian Hukum dan HAM, tinggal menunggu permintaan dari KPK. Kalau KPK minta supaya paspornya dicabut, akan kami cabut. Kami ganti surat perjalanan paspor. Jadi, harus koordinasi. Kalau tidak, dia bisa minta suaka ke negara lain. Apalagi kalau negara tidak mau kerja sama ekstradisi. Kalau ada permintaan pencabutan, kami umumkan ke seluruh dunia," ujar Patrialis Akbar di Gedung DPR, Senin lalu.
KPK masih menunggu keputusan setelah melakukan rapat internal seluruh pimpinan KPK untuk membahas pemanggilan dan pencabutan paspor Nunun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.