JAKARTA, KOMPAS.com — Kinerja dan transparansi anggaran DPR terus menjadi sorotan. Kritik keras terus dilayangkan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Bagaimana respons DPR?
Wakil Ketua DPR Anis Matta justru menilai, lembaga yang dipimpinnya merupakan lembaga paling transparan di Indonesia. Ia pun mempertanyakan sorotan kepada DPR yang bertubi-tubi dilayangkan publik.
"Anda kan sudah tahu semua anggaran DPR. Seluruhnya kan Anda tahu. Pulsa telepon saja Anda bisa tahu. Saya kira ini karena lembaga politik, jadi orang bisa dengan bebas menyoroti. Bagian dari republik ini yang paling transparan adalah DPR. Sudah jumlahnya sedikit, paling transparan juga," ujar Anis Matta di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/5/2011).
Menurut dia, berbagai sorotan mengenai transparansi anggaran di DPR sudah berlebihan. "Menurut saya, orang-orang terlalu berlebihan. Kita tidak bisa mencegah itu (sorotan publik) dilayangkan. Misalnya, kalau Anda ingin mencari sensasi dengan cara seperti itu, siapa yang bisa mencegah Anda. Kita kan tidak bisa juga," ujarnya.
Setelah disoroti mengenai kegiatan studi banding di sejumlah negara, DPR juga dipertanyakan terkait alokasi anggaran untuk sistem informasi yang mencapai Rp 10 miliar. Kemarin, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis data bahwa setiap anggota DPR mendapatkan tunjangan pulsa Rp 14 juta per bulan. Namun, Anis membantah data ini. Menurut dia, angka yang diterima anggota Dewan tak sebesar itu.
"Enggak sebesar itulah. Setengahnya saja tidak," kata Anis.
Ketua DPR Marzuki Alie juga mengeluarkan bantahan yang sama. Anggota DPR tak memperoleh tunjangan sebesar yang dipublikasikan Fitra.
"Yang jelas (tunjangan) pulsa enggak ada, itu bohong. Masa kita dikasih uang pulsa. Ya, itulah ciri LSM kita, tanpa klarifikasi, langsung publikasi. Dia enggak ngerti. Kami mendapat uang pulsa sekian puluh juta, kan gila itu namanya. Ngawur itu," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Kamis.
Menurut Marzuki, biaya telepon yang diterima diperuntukkan bagi telepon di rumah jabatan, bukan pulsa yang mencapai belasan juta tersebut. "Telepon rumah jabatan kalau enggak salah dua jutaan," kata Marzuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.