JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan teroris, Umar Abduh, mengkritik pola penumpasan kelompok teroris yang dilakukan Kepolisian RI (Polri). Umar adalah mantan teroris pembajakan pesawat Garuda Indonesia DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, pada tahun 1981.
Ia mengatakan, dengan menembak mati pentolan teroris, menurutnya, Polri tak serius untuk mengungkap jaringan teroris yang ada di Indonesia. "Polisi itu punya alat canggih melalui GPS untuk melacak keberadaan teroris. Ada berapa banyak orang, apakah di basisnya itu banyak logam. Dan pola penangkapan harusnya bisa dikepung dengan diketahui keberadaannya. Ini pola yang dipakai dengan menyorong, buat saya tidak serius," kata Umar dalam diskusi mingguan "Masih Ada Teroris" di Jakarta, Sabtu (13/3/2010).
Dikatakan Umar, penangkapan terhadap para teroris harus dilakukan dengan operasi senyap dan tak perlu ditumpas dengan operasi bar-bar dengan penembakan. "Polisi harusnya tangkap hidup-hidup, jangan langsung main tembak mati, mengedepankan nafsu membunuh," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang mengatakan, pihak kepolisian sudah mempunyai prosedur sendiri dalam melakukan penangkapan.
"Ditangkap hidup, itu juga keinginan kita. Tidak betul kalau nafsu membunuh dikedepankan. Doktrin kita, bagaimana kita gali keterangan lebih jauh dari tersangka yang kita tangkap," kata Edward.
Namun, menurutnya, situasi di lapangan tak semudah yang dibayangkan. "Kita berhadapan dengan teroris bersenjata dan pilihannya hidup atau mati," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.