Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Serangan ke KPK, Serangan Balik Koruptor

Kompas.com - 30/10/2009, 21:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Walau mengakui sulit untuk dibuktikan, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kasim menilai bukan tidak mungkin berbagai persoalan yang terjadi dan dialami oleh institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini dipengaruhi adanya upaya serangan balik dari para pelaku praktik korupsi, yang saling berkolaborasi lantaran sama-sama merasa kepentingannya terganggu akibat sepak terjang institusi tersebut.

Seperti diketahui, KPK dalam menjalankan tugasnya memang kerap kali berbenturan dengan banyak pihak dan kepentingan, terutama ketika dalam sejumlah kesempatan mereka juga menangkap orang-orang berlatar belakang beragam, mulai dari anggota legislatif, aparat penegak hukum, hingga para pengusaha yang dekat dengan lingkar kekuasaan.

“Kekuatan yang menyerang balik KPK seperti itu memang tidak bisa dilihat (invincible) apalagi teraba bentuknya. Namun, kita semua dan masyarakat yakin kalau kekuatan seperti itu ada,” ujar Ifdhal, di Jakarta, Jumat (30/10).

Ifdhal juga mengaku sangat menyayangkan penahanan dua orang Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang dinilainya aneh dan berlebihan, apalagi jika sampai benar penahanan itu didasari alasan pihak kepolisian merasa terganggu dengan pernyataan-pernyataan keduanya di media massa.

Menurut Ifdhal, sangat berlebihan jika kedua pimpinan KPK nonaktif itu sampai harus ditahan karena dikhawatirkan melarikan diri atau malah merusak atau menghilangkan barang bukti. Kepolisian seharusnya tidak perlu takut karena pencarian barang bukti bisa dilakukan secara profesional tanpa perlu menggunakan kewenangan seperti penahanan.

“Saya melihat kepolisian ingin mencoba melawan opini yang berkembang di masyarakat dan selama ini mereka justru kalah. Masyarakat telanjur yakin apa yang dilakukan kepolisian sebagai upaya mengkriminalisasi KPK. Sedangkan di sisi lain, kedua pimpinan KPK nonaktif itu masih bebas berpendapat dan itu dianggap mengganggu citra kepolisian,” ujar Ifdhal.

Jika benar seperti itu, Ifdhal kembali merasa janggal karena, menurutnya, baik Bibit maupun Chandra punya hak untuk menyampaikan pendapat dan pernyataan mereka. Ifdhal membenarkan bahwa memang secara prosedur hukum pihak kepolisian punya argumen kuat. Akan tetapi, secara logika keadilan, langkah penahanan yang dilakukan memicu kecaman, terutama dari masyarakat.

“Polisi memang punya hak untuk menahan. Akan tetapi, alasan yang dikemukakan tidak tepat karena yang diperlakukan seperti itu kan dua orang pimpinan KPK yang bukan orang sembarangan, apalagi sampai melarikan diri dan menghancurkan barang bukti. Seharusnya kepolisian melihat juga seperti itu,” tambah Ifdhal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com