Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Janji Patuhi Putusan Sela MK

Kompas.com - 30/10/2009, 21:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, dirinya adalah seorang konstitusionalis, yang patuh pada hukum dan ketentuan perundang-undangan. Oleh sebab itu, ia akan menghormati dan mematuhi keputusan sela/provisi Mahkamah Konstitusi (MK) dengan segera memberhentikan tetap sampai dengan adanya keputusan definitif MK.

Keputusan sela/provisi itu menetapkan Presiden Yudhoyono tidak bisa memberhentikan secara tetap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif), Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, meski keduanya nanti berstatus terdakwa. Presiden Yudhoyono harus menunggu putusan MK terkait dengan uji materi Pasal 32 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang No 30 Tahun 2020 tentang KPK.

Hal itu disampaikan Presiden Yudhoyono, saat menjawab pers, ketika memberikan penjelasan terkait dengan penahanan dua pimpinan KPK di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (30/10) sore. Dalam penjelasannya, Presiden Yudhoyono hanya ditemani Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, dan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana.

"Saya tahu, ada putusan sela. Saya akan menghormati dan mematuhi sampai adanya hasil dari keputusan MK. Kalau keputusan uji materi itu diterima, dan tidak boleh langsung diberhentikan tetap dan hanya diberhentikan sementara, ya, saya akan mengikuti. Kalau diberhentikan tetap pun, saya akan mengikuti. Saya ini seorang kontitusionalis, yang patuh hukum. Oleh karena itu, saya tunggu putusan MK," tandas Presiden.

Menjawab pertanyaan bahwa keputusan sela MK itu bisa memenjarakan Presiden Yudhoyono untuk mengeluarkan keputusan berikutnya terkait pemberhentian tetap kedua pimpinan KPK setelah adanya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebelumnya, Presiden meminta pers tidak mencampuradukkan perppu dengan kewenangan Presiden.

"Kewenangan Presiden mengeluarkan perppu itu ada dalam UUD. Perppu dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Sebelum mengeluarkan perppu, kita sudah menelaah dengan kejadian di KPK, yaitu abstainnya pimpinan KPK dalam waktu lama yang dinilai akan mengganggu kinerjanya," tambahnya.

Dikatakan Presiden, "Meskipun itu kewenangan saya, kewenangan konstitusional saya, saya berkomunikasi dengan pimpinan lembaga negara untuk mencari solusi terbaik agar pemberantasan korupsi tidak berhenti. Jadi, konteksnya tidak lantas Presiden melakukan sesuatu akan 'terpenjara'. Tidak, itu hak konstitusional saya."

Perbedaan UU KPK

Menurut Presiden, pihaknya pernah bertanya perihal pemberhentian sementara itu. "Yang saya tahu yang berlaku di lingkungan pemerintah, kalau seseorang dinyatakan sebagai tersangka, itu belum ada sanksi administratif. Akan tetapi, begitu seseorang dinyatakan sebagai terdakwa, seperti contohnya seorang gubernur, maka saya memberhentikan sementara setelah menjadi terdakwa," paparnya.

Namun, lanjut Presiden, setelah yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah di pengadilan maka pihaknya mengaktifkan kembali dan merehabilitasi namanya.

"UU KPK tampaknya berbeda. Baru menjadi tersangka, seseorang itu harus sudah diberhentikan sementara. Begitu menjadi terdakwa maka ia diberhentikan secara tetap. Itu amanah UU, itulah yang dulu menyangkut Pak Antasari Azhar. Karena beliau dinyatakan sebagai terdakwa dan kemudian dimintakan kepada saya untuk diberhentikan maka saya jalankan amanah UU itu," demikian Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com