JAKARTA, KOMPAS.com-Latar belakang pendidikan menteri, khususnya untuk bidang ekonomi, yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat dinilai mengkhawatirkan. Kondisi itu dinilai akan membuat kebijakan luar negeri Indonesia tidak bebas aktif, tetapi proasing, khususnya kepentingan AS.
Hal itu diungkapkan pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Jakarta, Arbi Sanit, di Jakarta, Sabtu (24/10). Banyaknya menteri yang mendapat pendidikan dari AS akan membuat lobi-lobi AS di Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi, semakin mudah dan lancar.
”Persoalan lobi AS itu juga yang membuat publik memperkirakan penggantian menteri kesehatan hanya untuk melindungi lobi AS,” katanya.
Dari 34 nama menteri dan tiga pejabat setingkat menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II yang diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Oktober lalu, sebanyak 10 orang di antaranya pernah belajar di AS. Sebanyak 16 menteri merupakan alumni pendidikan dalam negeri, dua orang dari Belanda, serta masing-masing seorang dari Inggris, Perancis, Australia, dan Arab Saudi, dan lima orang sisanya adalah alumni TNI/Polri.
Arbi menambahkan, timpangnya negara asal pendidikan menteri itu bisa membuat Pemerintah Indonesia tidak dapat bersikap fair dalam menjalin diplomasi dengan negara-negara selain AS. Kondisi itu juga dapat mengganggu keseimbangan hubungan Indonesia dengan negara-negara lain, termasuk negara-negara atau kelompok yang dicap sebagai musuh AS, seperti kelompok Al Qaeda dan jaringannya.
Tak perlu khawatir
Secara terpisah, tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Salahuddin Wahid, bersikap berbeda. Menurut dia, latar belakang pendidikan para menteri yang kebanyakan berasal dari AS tidak perlu dikhawatirkan karena mereka umumnya juga mengenyam pendidikan di Indonesia.
Selama kebijakan mereka berpihak kepada kepentingan rakyat, latar belakang pendidikannya tak perlu dipersoalkan. Apalagi tanggung jawab keseluruhan jalannya pemerintahan tetap di tangan Presiden.
”Yang dibutuhkan sekarang adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus berani menolak setiap intervensi AS terhadap kebijakannya. Presiden harus memiliki sikap sendiri,” katanya.
Khusus untuk menteri bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang kebetulan banyak mengecap pendidikan di AS, Salahuddin hanya mengingatkan agar mereka tidak mengejar angka pertumbuhan ekonomi semata dan justru mengabaikan substansi pembangunan ekonomi untuk menyejahterakan rakyat. Pembangunan ekonomi harus merata dan dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh kelompok masyarakat.(MZW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.