BANDUNG, KOMPAS.com — Guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bagir Manan menilai, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) prematur. Jika dipaksakan berlaku, perppu ini bisa menimbulkan komplikasi hukum di kemudian hari.
Menurut dia, perppu semestinya hanya bisa dikeluarkan dalam keadaan memaksa (state of emergency ). Ihwal keadaan memaksa ini tidak bisa dipersepsikan sembarangan, melainkan harus ada unsur bahaya yang nyata atau kegentingan yang luar biasa bagi negara. "Bukan hanya keadaannya, wewenang yang dikeluarkan pun juga harus memaksa. Tidak ada jalan lain demi mengembalikan kondisi normal," ucapnya di sela-sela halalbihalal dengan civitas akademika Universitas Padjadjaran, Selasa (29/9).
Hal yang perlu diperhatikan, lanjutnya, perppu yang dikeluarkan itu harus menyangkut ranah eksekutif atau soal pemerintahan saja. Tidak bisa menyangkut soal kelembagaan negara macam DPR atau Mahkamah Agung. "Ini kan lembaga yang independen. KPK juga adalah lembaga independen," tuturnya.
Mantan Ketua mahkamah Agung ini berpendapat, perppu sebaiknya dihindarkan. Kalaupun dikeluarkan, itu harus dilakukan secara hati-hati dan ketat karena perppu ini prinsipnya antidemokrasi. "Presiden bisa membuat aturan tanpa harus melibatkan DPR. Istilah lainnya constitutional dictatorship," tuturnya. "Padahal, saya kira, Presiden sendiri tidak bermaksud seperti ini," sambungnya.
Untuk itu, ia berpendapat, Presiden selaku kepala negara mengabaikan perppu yang telah dibuat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.