JAKARTA, KOMPAS.com — Pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam upaya penanggulangan terorisme tidak memerlukan instruksi presiden sebagaimana yang diamanatkan UU Terorisme. Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso berargumen, UU No 2/2002 tentang Kepolisian RI dan UU No 34/2004 tentang TNI telah cukup memberikan ruang untuk usaha perumusan bersama mengenai mekanisme dan prosedur pelibatan TNI.
"Dari aspek perundang-undangan sudah cukup memberikan ruang untuk melaksanakan keterpaduan. Yang belum ada hanyalah penjabaran lebih lanjut dari pasal-pasal terkait," ujar Djoko pada rapat kerja bersama Komisi I DPR, Senin (31/8) di Gedung DPR, Jakarta. Menurut Djoko, TNI-Polri juga telah melakukan latihan kesiapsiagaan dan ketanggapsegeraan pada bulan Desember 2008 sebagai upaya untuk penanggulangan terorisme yang bersifat nasional.
Ke depannya, TNI-Polri juga akan kembali melakukan latihan terpadu untuk membulatkan konsep kerja sama yang dapat dilakukan secara bersama di lapangan. Djoko kembali menekankan, pelibatan TNI dalam upaya penanggulangan terorisme hanya dilakukan atas permintaan Polri berkaitan dengan perkembangan situasi dan kebutuhan di lapangan.
Hal tersebut, misalnya, pada skala dan eskalasi ancaman teror tertentu. Selain itu, bantuan diberikan ketika Polri memerlukan pengerahan sumber daya dan kemampuan tertentu, seperti pada peristiwa pembajakan kapal di laut lepas, pembajakan pesawat terbang, penyanderaan di daerah terpencil, dan penggunaan senjata pemusnah massal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.