JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafi'i Ma'arif menyayangkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pengantar rapat terbatas di Kantor Presiden, Selasa (28/7) kemarin, yang bisa diartikan Presiden seolah menganggap mereka yang mempersoalkan proses dan hasil Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009 sebagai pihak yang tidak punya atau tidak menggunakan akal sehat.
Hal itu disampaikan Syafi'i, Rabu (29/7), sesaat sebelum memberikan pidato pembukaan dalam seminar bertema "Menakar Ulang Nalar Kepemimpinan Indonesia", yang digelar di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta. Turut hadir menjadi pembicara Ketua Program Pascasarjana UIN Jakarta Azyumardi Azra, ekonom Rizal Ramli, dan budayawan Frans Magnis Suseno.
"Saya rasa seorang presiden tidak layak mengucapkan yang seperti itu. Apalagi dari bukti di lapangan, ketika (Presiden) sampaikan foto dirinya mau ditembak, ternyata menurut anggota DPR itu foto sejak tahun 2004," ujar Syafi'i.
Menurut Syafi'i, sebagai presiden seseorang seharusnya punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Tambah lagi Indonesia dinilainya sebagai negeri yang sedang mengalami musim pancaroba. Upaya-upaya hukum yang menggugat proses dan hasil pilpres yang dinilai penuh kecurangan, menurutnya, harus dihormati.
"Biarkan saja kan semua upaya itu dijalankan. Asal Mahkamah Konstitusi juga bisa benar-benar bersikap independen seperti disampaikan ketuanya, Mahfud MD, yang menyatakan mau mempertaruhkan segalanya. Sikap seperti itu buat saya baik sekali," ujar Syafi'i.
Berbagai macam gugatan hukum atas Pilpres 2009, menurut Syafi'i, harus dilihat sebagai upaya masyarakat untuk memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia. Demokrasi sudah diterima sebagai satu-satunya sistem politik dan sekarang tinggal terus memperbaiki kualitasnya.
Dalam pidatonya, Syafi'i mengingatkan, yang benar-benar dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini adalah memperbanyak jumlah negarawan. Saat ini, menurutnya, Indonesia tengah kebanjiran politisi dengan kualitas rata-rata medioker, tetapi bukan negarawan. Dia juga menganjurkan agar para politisi segera belajar menjadi negarawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.