JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dianggap tidak semestinya menyampaikan pernyataan soal lembaganya yang bukan melakukan dwifungsi tetapi sudah multifungsi karena dianggap bermuatan politis.
"Panglima TNI seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan tersebut, mengingat hal itu ranahnya politik dan pembuat kebijakan," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam pernyataannya, seperti dikutip Kompas.com pada Jumat (7/6/2024).
Menurut Gufron, pernyataan Agus justru mengkonfirmasi pandangan dan kekhawatiran yang berkembang di publik terkait akan dihidupkannya kembali peran dwifungsi TNI.
Yakni ketika TNI tidak hanya melakukan tugas pertahanan tetapi juga terlibat dalam urusan sipil berorientasi pelayanan publik.
Baca juga: Tapera dan Revisi UU TNI Diprotes, Moeldoko: Negara Tidak Antikritik
Gufron menyampaikan ketimbang membuat pernyataan kontroversial, sebaiknya Agus fokus menyelesaikan sejumlah agenda Reformasi TNI yang masih terbengkalai.
"Dan melakukan evaluasi dan koreksi atas sejumlah pelaksana tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang dinilai menyalahi Undang-Undang TNI, seperti meluasnya kehadiran militer di ranah sipil," ucap Gufron.
Sebelumnya diberitakan, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyatakan saat ini TNI bukan lagi melaksanakan dwifungsi tetapi multifungsi. Pernyataan itu disampaikan di tengah gelombang kritik terhadap proses revisi Undang-Undang TNI.
Menurut dia, saat ini TNI terlibat dalam segala hal. Sehingga, dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait dwifungsi ABRI.
Baca juga: Pelibatan TNI di Luar Pertahanan Mesti Diatur Ketat, Bukan Melegalkan Dwifungsi
"Sekarang bukan dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI. Semuanya kita. Ada bencana kita di situ. Ya kan? Coba. Jadi jangan berpikir seperti itu lah. Kan demokrasi," ujar Agus saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Agus mengambil contoh peran TNI dalam penanganan konflik separatisme di Papua. Dia mengatakan, di sana TNI terlibat mulai dari pelayanan kesehatan hingga memberi pendidikan.
"Sekarang di Papua. Yang ngajar itu anggota saya, TNI. Kemudian pelayanan kesehatan anggota saya. Terus kalian menyebut dwifungsi ABRI atau multifungsi sekarang? Kita jangan berpikir seperti itu ya. Kita untuk kebaikan negara ini," jelas Agus.
Terdapat sejumlah usulan yang memicu polemik dalam draf terbaru revisi UU TNI.
Dalam draf yang diterima Kompas.com, Pasal 47 Ayat (1) RUU TNI berbunyi, “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”.
Baca juga: Sebut TNI Multifungsi, Panglima Diminta Ingat Kembali Amanat Reformasi
Kemudian, Ayat (2) berbunyi, “prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”.
Prajurit yang menduduki jabatan di kementerian/lembaga juga didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku.