JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut bahwa persoalan penguntitan terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Ardiansyah oleh anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, membuktikan bahwa friksi antara institusi penegak hukum itu masih terjadi sampai saat ini.
Mahfud menyebut bahwa friksi antara institusi penegakan hukum telah terjadi sejak lama. Bahkan, dia sempat menyebut istilah "Cicak versus Buaya” yang terjadi pada tahun 2009 antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Polisi dengan Kejaksaan, Polisi dengan KPK waktu itu betul-betul berhadap-hadapan. Dan ternyata sekarang belum hilang rasanya kalau kita lihat kasus Jampidsus dikuntit,” kata Mahfud dikutip dari podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (6/6/2024).
Baca juga: Minta Polri Jelaskan Motif Penguntitan Jampidsus, Mahfud: Masyarakat Harus Diberi Ketentraman
Dia lantas menceritakan, contoh friksi atau kurangnya koordinasi yang terjadi antara Polri dan Kejaksaan Agung dalam kasus Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka karena baru setelah dua tahun melaporkan adanya dugaan penyimpangan anggaran oleh kepala desanya.
Menurut Mahfud, Nurhayati tidak bersalah karena tidak memiliki mens rea atau niat jahat melakukan korupsi. Dia baru melapor setelah dua tahun karena dulu berada di lingkaran kekuasaan itu lantaran bekerja sebagai bendahara.
“Saya teriak waktu itu, itu ndak benar dong, secara substansi mens reanya apa,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia meminta agar Kejaksaan Agung (Kajagung) membebaskan Nurhayati. Tetapi, ditolak dengan alasan sudah menerima pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian dan sudah dinyatakan lengkap.
Kemudian, Mahfud sebagai Menko Polhukam, berbicara kepada Kepolisian agar Nurhayati ini dibebaskan. Tetapi, Kepolisian menolak karena penetapan tersangkanya disebut atas permintaan jaksa penuntut umum dalam proses persidangan.
“Akhirnya saya teleponan dari jam 10 sampai jam 4 sore baru malamnya lepas. Nah sepertinya kurang koordinasi. Itu contoh kecil. Maksud saya, memang ada masalah,” katanya.
Baca juga: Harap Prabowo Perbaiki Hukum, Mahfud: Kalau Tidak, Berlaku Hukum Rimba
Oleh karena itu, menurut dia, friksi antar penegak hukum memang terjadi sejak dulu dan bukan cerita baru lagi.
Namun, dalam kasus penguntitan Jampidsus yang belum lama terjadi, Mahfud meminta Polri dan Kejaksaan menjelaskan kepada masyarakat apa yang sebenarnya terjadi. Menurut dia, tidak bisa hanya disebut telah diselesaikan secara internal.
Sebab, menyangkut keamanan dan ketentraman masyarakat juga lantaran selevel Jampidsus saja bisa diperlakukan seperti itu.
“Ini yang harus dijelaskan kepada masyarakat. Karena masyarakat ini kan harus diberi ketentraman. Kalau hal gini Kejaksaan Agung saja kena apalagi yang bukan Kejaksaan Agung ya kan. Orang akan berkata begitu,” ujarnya menegaskan.
Dia lantas menyarankan agar oknum Densus 88 yang telah ditangkap dan diperiksa untuk dibawa ke hadapan publik agar diketahui siapa yang memerintahkannya dan tujuannya apa.
“Yang ditangkap ini saja munculkan, periksa, lalu munculkan keterangannya ke publik, saya ditugaskan oleh ini, untuk ini,” ujar Mahfud.
Baca juga: Mahfud Sebut Mual Komentari Putusan MA, Singgung Hukum Rusak dan Dirusak