JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mahfud MD menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor Nomor 9 Tahun 2020 mengenai syarat penghitungan usia calon kepala daerah, destruktif atau merusak tatanan hukum perundang-undangan.
Menurut dia, secara akademik, putusan MA itu salah karena isi peraturan yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersesuaian dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada). Dengan kata lain, tidak ada pertentangan.
“Destruktif bagi saya. Tidak progresif, makanya saya menanggapi ini, saya ingin mendengar penjelasan akademiknya. Dalam ilmu hukum perundang-undangan, menurut saya, salah (putusan MA),” kata Mahfud dikutip dari podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (5/6/2024).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan bahwa Pasal 7 Ayat (1) UU Pilkada sudah jelas menyebut kententuan untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah.
Baca juga: Mahfud: MA Jauh Lampaui Kewenangan, Jangan-jangan Hakim Ini Tidak Baca...
Kemudian, Ayat (2) mengatur soal persyaratan termasuk soal usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur. Lalu, minimal 25 tahun untuk calon bupati dan/atau calon wakil bupati, serta calon walikota dan/atau calon walikota.
Oleh karena itu, menurut Mahfud, sudah jelas bahwa persyaratan yang diatur pada Pasal 7 Ayat (2) UU Pilkada adalah untuk mencalonkan dan dicalonkan menjadi kepala daerah.
Dengan demikian, peraturan yang dibuat KPU sudah sesuai dengan UU Pilkada jika mensyaratkan batasan umur dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah.
"Ini tiba-tiba dibatalkan katanya bertentangan, lah bertentangan dengan yang mana. Peraturan KPU sudah benar,” ujar Mahfud.
"Oleh sebab itu, kalau memang itu mau diterima putusan MA berarti dia membatalkan isi Undang-Undang. Sedangkan menurut hukum kita, menurut konstitusi kita, MA itu tidak boleh melakukan judicial review atau membatalkan isi Undang-Undang,” katanya melanjutkan.
Baca juga: Mahfud Sebut Putusan MA Salah, Peraturan KPU Sudah Sesuai dengan UU Pilkada
Atas dasar itulah, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini menyebut bahwa putusan MA tersebut bersifat destruktif.
Mahfud lantas menegaskan bahwa kewenangan MA hanyalah untuk menguji legalitas seperti Peraturan KPU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden terhadap Undang-Undang.
Sementara itu, kewenangan membatalkan isi Undang-Undang adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui judicial review atau melalui lembaga legislatif yakni DPR RI.
Sebelumnya, Mahfud sempat menyinggung perihal cara menjalankan hukum yang sudah rusak di Indonesia, terkait dengan keluarnya putusan MA dan sebelumnya putusan MK nomor 90.
"Ini negara ini cara berhukumnya sudah rusak dan dirusak, sehingga saya katakan saya malas bicara yang kayak gitu-gitu,” ujar Mahfud.
“Biar saja tambah busuk, tambah busuk, pada akhirnya kebusukan itu akan runtuh sendiri kan suatu saat. Kalau yang begini-gini diteruskan ya sudah silahkan saja apa yang mau kau lakukan, lakukan saja mumpung anda masih punya posisi untuk melakukan itu. Tapi suatu saat itu akan memukul dirinya sendiri ketika orang lain menggunakan cara yang sama ya, yang juga untuk melawan kepentingan orang yang suka begitu,” katanya melanjutkan.
Baca juga: Tanggapi Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah, Mahfud: Lakukan Saja Mumpung Anda Punya Posisi