JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkapkan, masyarakat yang terdampak pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan infrastruktur penunjang mengalami intimidasi ketika lahan mereka dibeli pihak Otorita.
Dinamisator Jatam Merita Sari mengatakan, lahan milik masyarakat di lokasi pembangunan infrastrutktur diambil pihak Otorita IKN dengan berbagai cara pada sepanjang 2022-2023 lalu.
“Diajak bernegosiasi tapi harganya sudah ditentukan. Misalnya dari Rp 100.000 menjadi Rp 70.000 per meter persegi,” kata Merita dalam diskusi yang disiarkan di YouTube Sahabat Indonesia Corruption Watch (ICW), Rabu (5/6/2024).
Merita menuturkan, menurut warga, harga tersebut sudah mencakup keseluruhan tanah berikut bangunan maupun pohon di atasnya.
Baca juga: Jelang HUT ke-79 RI, Kunjungan ke IKN Ditutup Sementara
Ketika mereka tidak setuju, pihak Otorita mempersilakan warga mengurus di pengadilan.
“Jadi masyarakat mendapat intimidasi sedangkan banyak kelompok rentan ya, perempuan, perempuan lansia,” tutur Eta, sapaan akrab Merita.
“Kuburan mereka digusur, dipindahkan,” imbuh dia.
Selain itu, ada pula warga yang mendapati di kolong rumahnya telah dipasangi patok. Mereka lantas mencabut patok itu dan menyatakan tidak setuju.
Menurut Eta, persoalan-persoalan itu semakin menunjukkan bahwa mega proyek IKN sejak awal sudah bermasalah. Pemerintah dinilai tidak melaksanakan partisipasi masyarakat yang bermakna.
“Selain itu juga tidak menghargai pengetahuan yang sudah dibangun oleh masyarakat di sekitar itu, pengetahuan adat dan sebagainya,” ujar dia.
Baca juga: Luhut Pastikan Tak Ada Penurunan Target di IKN Usai Kepala Otorita Mundur
Persoalan lainnya adalah warga yang terdampak IKN, yakni di sekitar Pemaluan banyak yang belum memiliki sertifikat hak milik (SHM). Padahal, mereka telah mengurusnya sejak bertahun-tahun lalu.
Sementara, ketika hendak menjual tanahnya, dasar atau bukti kepemilikan lahan itu menentukan harga jual. Persoalan ini memicu protes warga.
“Minggu lalu terjadi demonstrasi yang terjadi di sekitar masyarakat Pemaluan kemudian dia meningkat jumlah massanya, kalau tidak salah hanya beberapa orang kemudian dilanjutkan dengan aksi baru,” kata Eta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.