JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI untuk menjatuhkan sanksi tegas terhadap penyelenggara pemilu yang melakukan kekerasan seksual.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyebut bahwa sanksi tegas itu termasuk dalam upaya untuk memastikan pemenuhan hak korban atas keadilan, perlindungan dan pemulihan.
“Pemberian sanksi yang tegas akan menguatkan proses pemulihan korban, meneguhkan keberanian korban-korban lain pada peristiwa serupa untuk melaporkan kasusnya, dan juga menjadi pencegah kekerasan seksual berulang,” ungkap dia dalam keterangan resmi, Rabu (5/6/2024).
Sanksi tegas yang dimaksud Komnas Perempuan adalah pemberhentian tetap dari jabatan selaku penyelenggara pemilu.
Baca juga: DKPP Copot Ketua KPU Manggarai Barat karena Kekerasan Seksual
Penyikapan tegas DKPP ini penting, kata Andy, mengingat pelaporan kasus kekerasan seksual masih merupakan fenomena gunung es, yang sebenarnya lebih banyak yang tidak dilaporkan atau diadukan.
“Kita perlu mengapresiasi dan mendukung korban yang telah berani bersuara dengan merespon optimal bagi kepentingan korban,” ujarnya.
Pernyataan ini dirilis Komnas Perempuan menyusul sanksi yang dianggap kurang tegas terhadap Krispianus Bheda Somerpes pada 28 Mei lalu.
Krispianus sebelumnya menjabat sebagai Ketua KPU Manggarai Barat. Ia dinyatakan terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap seorang stafnya hingga korban menderita trauma menahun.
Baca juga: KPAI: Banyak Program Pemerintah yang Belum Efektif Cegah Kekerasan Seksual pada Anak
Korban melaporkan kasus ini ke Komnas Perempuan dan Andy cs turut menjadi pihak terkait dalam sidang perkara di DKPP untuk menjelaskan kebenaran pengaduan dan proses pendampingan yang dilakukan lembaga penyedia layanan.
Namun, DKPP hanya mencopot Krispianus dari jabatan ketua disertai peringatan keras, tanpa memecat yang bersangkutan.
Ke depan, DKPP akan kembali menjadi sorotan lantaran bakal menggelar sidang lanjutan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Eropa, Kamis (6/6/2024).
Hasyim, yang sebelumnya disanksi peringatan keras terakhir dalam kasus sejenis melibatkan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni "Wanita Emas" Moein, terancam sanksi yang lebih berat.
Baca juga: KPAI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Dicegah lewat Pola Pengasuhan yang Adaptif
Komisioner lain Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengingatkan bahwa Undang-undang Nomor 12 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menitikberatkan pada relasi kuasa antara pelaku dan korban dalam menilai kekerasan seksual.
Beleid ini dianggap memberikan pemberatan pidana bagi pelaku kekerasan seksual ketika ia adalah penyelenggara negara.
Dalam kasus di KPU, relasi kuasa ini sangat kental karena korban merupakan "bawahan" yang seharusnya mendapatkan pelindungan dari KPU dan DKPP atas lingkungan kerja yang aman dari kekerasan seksual.
“Pejabat penyelenggara pemilu harus menjadi contoh, baik bagi masyarakat umum, rekan kerja maupun bawahan, juga sebagai bagian untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas,” ujar Siti dalam keterangan yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.